Jumat, 01 Maret 2013

Pengerukan Pasir Laut, Mengebiri Hak Nelayan.

Jakarta, 1 Maret 2013- Pengerukan pasir laut untuk pemenuhan pembangunan pelabuhan multipurpose Teluk Lamong telah menghancurkan ekosistem pesisir Selat Madura dan mematikan usaha perikanan tangkap nelayan Surabaya, Madura, Gresik dan Lamongan.
PT. Pelindo III sebagai pelaku kegiatan reklamasi dan PT. Gora Gahana sebagai pemasok material pasir dengan cara mengeruk pasir laut di Selat Madura merupakan pihak yang paling bertanggung jawab.
  "Kegiatan pertambangan pasir laut di Selat Madura sudah marak dilakukan oleh beberapa perusahaan sejak tahun 1978. Salah satunya PT. Gora Gahana, meskipun baru memulai tahun 1985, perusahaan ini secara faktual paling dominan dan berkontribusi besar dalam penghancuran ekosistem Selat Madura. Terakhir di tahun 2012, diketahui PT. Gora Gahana kembali melakukan penambangan pasir laut, meskipun izin yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  "Tindakan pengerukan pasir laut dan reklamasi pantai merupakan pelanggaran konstitusi. Sejak tanggal 16 Juni 2011 melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/PUU-VII/2010 tentang uji materi UU No. 27 Tahun 2007, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, khususnya menyangkut pembatalan pasal-pasal Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP3) yang melarang praktik pengkaplingan atau pravitisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 

Proses mendapatkan izin penambangan PT. Gora Gahana tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  "Keluarnya izin tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat untuk mendapatakan izin lingkungan hidup dan izin kegiatan. Hal ini dikuatkan dengan bukti tidak adanya pelibatan nelayan Selat Madura yang terkena dampak langsung akibat aktivitas pertambangan tersebut, baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Lebih dari itu, Selat Madura merupakan wilayah konservasi, daerah tangkapan dan budidaya.

  "Upaya nelayan untuk menjaga dan melestarikan sumber-sumber penghidupan dan mencegah lebih fatal atas aktivitas pertambangan tidak mendapatkan repson pasitif dari perusahaan dan pemerintah. DPRD dan Gubernur Jawa Timur pada 18 Juni 2012 lalu sempat menjanjikan untuk mencabut izin kegiatan pertambangan pasir, namun tidak direalisasikan. Justru sebaliknya, nelayan yang menolak pertambangan pasir laut diteror dan mengalami intimidasi oleh pihak perusahaan.

  "Bahkan pada tanggal 26 Februari 2013, Ditreskrimsus POLDA Jatim melakukan pemanggilan terhadap 4 orang tokoh nelayan, yaitu: Bpk. Munir, Bpk. H. Mardiono, Bpk. H. Zainal, dan Bpk. Muslih) ke MAPOLDA JATIM untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertembangan mineral dan batubara (Pasal 162 UU 4/2009 Minerba). Surat pemanggilan tersebut menyusul adanya laporan PT. Gora Gahana.

  "Pemanggilan ini ditenggarai sebagai tipu muslihat pihak Kepolisian untuk mengkriminalisasi keempat orang tersebut. Tindakan perusakan ekosistem pesisir oleh PT. Gora Gahana di Selat Madura juga berlangsung di Teluk Lontar, Serang, Banten. Hasil penambangan pasir ini disalurkan untuk mereklamasi Pantai Utara Jakarta. Kegiatan tersebut mengunakan dokumen izin yang tidak sesuai aturan dan meresahkan nelayan serta memicu konflik sosial dan pihak Kepolisian dilibatkan untuk mengkriminalisasi nelayan.

  "Dengan fakta-fakta tersebut, sudah seharusnya pemeritah mencabut perizinan dan mengevaluasi aktivitas tambang pasir di Selat Madura dan seluruh perairan Indonesia, serta meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan kriminalisasi terhadap nelayan. Kami juga mendesak pemerintah untuk lebih fokus kepada penyelesaian persoalan hulunya (izin dan AMDAL yang tidak layak dan tidak mempertimbangkan kepentingan nelayan).
Siaran Pers Bersama,
KIARA, WALHI, IHCS, JATAM, dan Kontras.

Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: 
Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA (+6281553100259).
Pius Ginting, Pengkampanye Isu Tambang WALHI (+6281932925700).
Gunawan, Ketua IHCS (+6281584745469).
Andrie S. Wijaya, Koordinator JATAM (+628129459623).
Sinung, Kontras (+628561914400).


  "Sumber: http://indo.jatam.org/saung-pers
01 March 2013.
(Bihis)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar