Kamis, 28 Februari 2013

STOP POLITISASI SUMBER DAYA ALAM.


                                  Photo: BY, Sajie.
Setidaknya, enam dari 10 partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 adalah penjarah/perampok kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan kelompoknya.
Partai berlomba-lomba menjadikan sektor pertambangan sebagai mesin uang (ATM) untuk memenuhi kebutuhan kampanye, baik di tingkat daerah maupun nasional.

Banyak aktor berada di balik beragam konflik, kekerasan, dan perusakan Sumber Daya Alam tersebut. Korporasi –baik nasional maupun transnasional—menjadi aktor utama dari seluruh konflik, kekerasan, dan perusakan alam. Berbagai proteksi selalu diberikan pemegang otoritas kebijakan dan politik. Korporasi berlindung di balik izin yang mereka dapatkan maupun proteksi politik dari parlemen atau partai politik. Akibatnya konflik, kekerasan, dan perusakan terus berlangsung secara sistematis.

Secara institusional beberapa perusahaan tambang itu bukan dimiliki atas nama partai politik. Namun, orang-orang yang duduk di partai politik, seperti fungsionaris, simpatisan, atau pengusaha yang mendapat proteksi politik karena memberi dana besar untuk partai politik.

Adanya relasi partai politik dengan perusahaan pertambangan, akan menimbulkan konflik kepentingan, yang bakal semakin marak terjadi jelang 2014. Karena selama itu, akan ada ratusan pemilu kepala daerah dan pemilihan legislatif yang membutuhkan dana.

Laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyebutkan keterlibatan para pengusaha atau perusahaan tambang menjadi penyumbang terbesar kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2009. Politik penjarahan itu bekerja melalui produk-produk hukum yang diterbitkan secara tidak demokratis. Kebijakan ini memungkinkan komodifikasi hutan (kawasan lindung) untuk konsesi tambang hingga dukungan finansial internasional yang pada intinya menjaga kestabilan aliran bahan mentah. Tidak sedikit pula ruang hidup dan ruang publik yang sengaja diprivatisasi untuk menjamin eksploitasi tetap berjalan.

Sejak 2009 - 2012, JATAM mencatat ada 10.677 ijin usaha pertambangan mineral dan batubara. Kondisi ini bisa terjadi karena maraknya praktek kejahatan sektor pertambangan (korupsi) dan penyalahgunaan kekuasaan. Belum lagi di sektor perkebunan, HTI, dan lainnya Praktik kejahatan korupsi di sektor pertambangan terkait erat dengan biaya politik terutama dalam Pemilukada.
Kisruh tumpang tindih izin usaha pertambangan di Kutai Timur, misalnya, diduga tidak lepas dari campur tangan dua kekuatan partai politik, Partai Gerindra dan Partai Demokrat. Kasus ini sendiri berbuntut digugatnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemda Kutim dan pemerintah Indonesia ke arbitrase International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat.

Awal periode pertama pemerintahan SBY (th 2004 – 2009) ijin pertambangan terus meningkat hingga kini mencapai 10.776 Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Ini berlum termasuk ijin Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang dikeluarkan masa orde baru, yang terus mendapat perpanjangan pada masa SBY.

Seharusnya KPU sebagai lembaga negara yang mengatur teknis pelaksanaan paham betul hal ini.
Untuk itu kami Jaringan Advokasi Tambang menegaskan :
1.      Tolak Partai politik Pelaku Perusak Lingkungan
2.      Stop Politisasi Sumber Daya Alam
3.      KPU lebih kritis terhadap sumber dana kampanye parpol

CP. Harris Balubun.
(081287692113).


  "
siaran pers Jatam 28 pebruari 2013.

(Bihis)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar