Photo: BY, Sajie.
Partai berlomba-lomba menjadikan sektor pertambangan sebagai mesin uang (ATM) untuk memenuhi kebutuhan kampanye, baik di tingkat daerah maupun nasional.
Banyak
aktor berada di balik beragam konflik, kekerasan, dan perusakan Sumber Daya
Alam tersebut. Korporasi –baik nasional maupun transnasional—menjadi aktor
utama dari seluruh konflik, kekerasan, dan perusakan alam. Berbagai proteksi
selalu diberikan pemegang otoritas kebijakan dan politik. Korporasi berlindung
di balik izin yang mereka dapatkan maupun proteksi politik dari parlemen atau
partai politik. Akibatnya konflik, kekerasan, dan perusakan terus berlangsung
secara sistematis.
Secara
institusional beberapa perusahaan tambang itu bukan dimiliki atas nama partai
politik. Namun, orang-orang yang duduk di partai politik, seperti fungsionaris,
simpatisan, atau pengusaha yang mendapat proteksi politik karena memberi dana
besar untuk partai politik.
Adanya
relasi partai politik dengan perusahaan pertambangan, akan menimbulkan konflik
kepentingan, yang bakal semakin marak terjadi jelang 2014. Karena selama itu,
akan ada ratusan pemilu kepala daerah dan pemilihan legislatif yang membutuhkan
dana.
Laporan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyebutkan keterlibatan para pengusaha atau
perusahaan tambang menjadi penyumbang terbesar kampanye pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden 2009. Politik penjarahan itu bekerja melalui produk-produk hukum
yang diterbitkan secara tidak demokratis. Kebijakan ini memungkinkan
komodifikasi hutan (kawasan lindung) untuk konsesi tambang hingga dukungan
finansial internasional yang pada intinya menjaga kestabilan aliran bahan
mentah. Tidak sedikit pula ruang hidup dan ruang publik yang sengaja
diprivatisasi untuk menjamin eksploitasi tetap berjalan.
Sejak 2009 - 2012, JATAM mencatat ada 10.677 ijin usaha pertambangan mineral dan batubara. Kondisi ini bisa terjadi karena maraknya praktek kejahatan sektor pertambangan (korupsi) dan penyalahgunaan kekuasaan. Belum lagi di sektor perkebunan, HTI, dan lainnya Praktik kejahatan korupsi di sektor pertambangan terkait erat dengan biaya politik terutama dalam Pemilukada.
Sejak 2009 - 2012, JATAM mencatat ada 10.677 ijin usaha pertambangan mineral dan batubara. Kondisi ini bisa terjadi karena maraknya praktek kejahatan sektor pertambangan (korupsi) dan penyalahgunaan kekuasaan. Belum lagi di sektor perkebunan, HTI, dan lainnya Praktik kejahatan korupsi di sektor pertambangan terkait erat dengan biaya politik terutama dalam Pemilukada.
Kisruh
tumpang tindih izin usaha pertambangan di Kutai Timur, misalnya, diduga tidak
lepas dari campur tangan dua kekuatan partai politik, Partai Gerindra dan
Partai Demokrat. Kasus ini sendiri berbuntut digugatnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Pemda Kutim dan pemerintah Indonesia ke arbitrase International
Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika
Serikat.
Awal periode pertama pemerintahan SBY (th 2004 – 2009) ijin pertambangan terus meningkat hingga kini mencapai 10.776 Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Ini berlum termasuk ijin Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang dikeluarkan masa orde baru, yang terus mendapat perpanjangan pada masa SBY.
Awal periode pertama pemerintahan SBY (th 2004 – 2009) ijin pertambangan terus meningkat hingga kini mencapai 10.776 Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Ini berlum termasuk ijin Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B) yang dikeluarkan masa orde baru, yang terus mendapat perpanjangan pada masa SBY.
Seharusnya
KPU sebagai lembaga negara yang mengatur teknis pelaksanaan paham betul hal
ini.
Untuk itu
kami Jaringan Advokasi Tambang menegaskan :
1. Tolak Partai politik Pelaku Perusak
Lingkungan
2. Stop Politisasi Sumber Daya Alam
3. KPU lebih kritis terhadap sumber
dana kampanye parpol
CP. Harris
Balubun.
(081287692113).
"siaran pers Jatam 28 pebruari 2013.
"siaran pers Jatam 28 pebruari 2013.
(Bihis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar