Jumat, 30 Desember 2011

Wow, Bengkulu Dihuni 2.127 PSK

Rakyat Bengkulu,29,Desember 2011

BENGKULU – Transaksi bisnis esek-esek di Provinsi Bengkulu, ternyata cukup tinggi. Berdasarkan data yang dirilis Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Nasional, terdapat 2.127 orang Pekerja Seks Komersil (PSK) se-Provinsi Bengkulu sepanjang tahun 2003-2011. Mirisnya sebanyak 35 persen diantaranya atau sekitar 744 orang berasal dari kalangan remaja dibawah umur.

“Dibawah umur kriterianya usia kurang dari 18 tahun. WTS remaja yang didata sebanyak 35 persen itu usianya kisaran 15-18 tahun. Sisanya 65 persen berasal dari usia 20-35 tahun,” kata Sekretaris KPA Provinsi Bengkulu Arna Mareta, SH, M. Si melalui jejaring sosial, tadi malam (28/12).
Dari jumlah 2.127 orang tersebut, 741 orang digolongkan sebagai WTS langsung dan 1.366 orang sebagai WTS tidak langsung. “WTS langsung adalah penjaja seks yang mangkal di sejumlah tempat menunggu pelanggan. Sementara WTS tidak langsung biasanya dipanggil via telepon atau “ayam kampus”,” jelas alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta itu.
Penyebaran WTS tertinggi tercatat ada di Kota Bengkulu sebanyak 612 orang. Lalu menyusul Rejang Lebong 400 orang, Kepahiang 260 orang, Bengkulu Selatan 178 orang, Bengkulu Utara 150 orang, Mukomuko 125 orang, Lebong 113 orang, Kaur 105 orang, Seluma 103 orang dan Bengkulu Tengah 81 orang.
“Terkait persentase yang diungkapkan dalam data, kami belum tahu apa landasannya. Sebab data itu baru saja kami terima dari pusat via email. Tim yang mendata ke daerah pun langsung dari KPA Nasional dan dirahasiakan,” tuturnya.
Disisi lain Arna mengungkapkan, meski jumlah WTS tertinggi ada di Kota Bengkulu tetapi itu belum menggambarkan bahwa WTS itu benar-benar berasal dari dalam kota. Sebab bisa saja ada margin of error (kesalahan data) akibat ketidakjujuran WTS yang disurvei.
“Biasanya ada saja yang malu mengakui daerah asalnya. Makanya mengaku dari Kota Bengkulu,” ujarnya.
Banyaknya jumlah WTS di Provinsi Bengkulu, dinilai Arna cukup mengkhawatirkan. Terutama terkait dengan penyebaran HIV/AIDS. Sebab selain jarum tato, suntik dan narkoba, penyebaran virus HIV/ AIDS juga karena perilaku seks bebas.
Itulah sebabnya kenapa jatah kondom gratis dari KPA Nasional untuk Bengkulu cukup banyak dan terus bertambah. Tahun 2010 kami mendapat kiriman 3.320 kondom gratis untuk dibagikan ke kabupaten/ kota. Lalu tahun ini bertambah jadi 4.320 kondom. Jatah untuk Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong selalu yang terbanyak.
“Data penjualan kondom di apotek, minimarket dan supermarket di mall juga cukup tinggi. Lebih baik menggunakan kondom daripada berisiko PMS (Penyakit Menular Seksual) atau terkena AIDS,” jelas Arna.
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab remaja dan wanita menjadi WTS. Motivasinya memang bukan selalu karena duit. Ada yang telanjur basah karena pernah melakukan hubungan seks dengan orang yang dicintai tetapi lantas ditinggal. Lalu juga ada yang bermotivasi balas dendam.
“Banyak juga diantara mereka yang dijual, tapi tidak bisa keluar dari lingkaran setan. Misalnya ingin bertobat tapi tidak bisa lepas dari ancaman germo. Dari kalangan remaja itu, awalnya ada yang coba-coba karena penasaran dengan seks, malah terjerumus,” tuturnya.
Dia mengakui, nyaris tidak ada satupun daerah di dunia yang bebas prostitusi, narkoba dan HIV/AIDS. Data ini juga mengingatkan KPA Provinsi untuk lebih intensif memberikan penyuluhan. Baik bahaya HIV/ AIDS maupun seks bebas itu sendiri.
Arna yang pernah bertugas di Biro Kesra Setda Provinsi ini pun menambahkan, angka WTS bisa ditekan dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Seperti pengawasan orang tua, memperkuat pemahaman agama dan membatasi pergaulan.
“Tidak dipungkiri pergaulan dan lingkungan membawa pengaruh besar, terutama bagi remaja dibawah umur yang selalu penasaran. Para WTS pun disarankan memeriksakan diri ke klinik-klinik kesehatan dan VCT di rumah sakit terdekat. Supaya bisa tahu terkena HIV/ AIDS atau tidak,” tandasnya.
Dibina, Jangan Dikucilkan
Secara terpisah, pengamat masalah sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Bengkulu (Unib), Dr. Machyudin Agung Harahap M.Si menilai tingginya angka jumlah PSK di Provinsi Bengkulu cukup mengkhawatirkan karena bisa menciptakan dekadensi moral generasi mdua. Menurutnya, tumbuh suburnya praktik prostitusi dipengaruh beberapa faktor. Selain faktor lingkungan yang memang menciptakan kesempatan seperti akses informasi dan peredaran film, juga karena ada sebagian yang menganggap prilaku seks bebas suatu kebanggaan.
“Situasi yang lebih serius adalah terjadinya dugaan praktek prostitusi terselubung di hampir semua kawasan misalnya sarana hiburan, kawasan tempat kost, bahkan perumahan. Jika pemerintah daerah tidak tegas dalam menyikapi persoalan seperti ini. Tentunya moral dan akhlak agama generasi penerus akan rusak dan kian menjadi,” jelas Agung.
Ditambahkan Agung, jika memang benar 35 persen PSK di Provinsi Bengkulu berasal dari kalangan remaja, tentu patut disayangkan. Pasalnya masa anak dan remaja atau Anak Baru Gede (ABG) merupakan suatu proses perkembagan fisik dan pertumbuhan emosional. Dalam masa perkembangan tersebut akan terjadi perubahan-perubahan yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan fisik, mental maupun sosial.
“Seharusnya pada masa tersebut mereka perlu mendapat perhatian khusus dari lingkungan keluarga, terutama dari orang tua. Karena jika dari kalangan remaja, sudah menjadi WTS. Tentu moral dan kahlak generasi di Provinsi Bengkulu ini sudah rusak. Dan ini bukti bahwa pendidikan karakter terhadap anak remaja tersebut sangatlah lemah,”ungkapnya.
Terkait solusi mengatasi menjamurnya PSK tersebut, Agung berpendapat sebaiknya mereka dibina. Dengan diberikan pelatihan dan pendidikan moral agama. Agar mereka bisa melanjutkan hidup kedepan yang lebih baik. “WTS itu jangan dikucilkan, Sebaiknya pemerintah daerah, melalui dinas sosial atau instansi terkait hendaknya selalu peduli dan memperhatikan mereka. Dengan memberikan pelatihan agar mereka bisa hidup mandiri dan menempuh hidup kejalan yang benar,” ujarnya. (ken/new)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar