Sabtu, 12 Januari 2013

ALIANSI RAKYAT GUGAT PENAMBANGAN PASIR LAUT (ARGAPALUT).

Siaran Pers Bersama- Serang, 11 Januari 2013. Pasca Aksi di depan Kantor Bupati Serang, Nelayan tradisional Teluk Lontar mendapatkan kemenangan kecil dengan dihentikannya penambangan pasir walaupun sifatnya sementara. Bupati Serang Drs. H. A. Taufik Nuriman, MM, MBA mengeluarkan Surat Nomor : 540/02-Huk.BPTM/2013 perihal Penghentian Sementara yang ditujukan kepada Direktur PT. Jetstar.
Surat tersebut dikeluarkan pada hari dilakukan aksi besar nelayan tradisional menolak penambangan pasir laut di Penhopo Balai Kota Kabupaten Serang pada tanggal 9 Januari 2013.

  "Isi surat tersebut merupakan instruksi Bupati Serang terhadap kegiatan penambangan pasir laut dengan izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Bupati Serang. Izin yang dihentikan sementara tersebut yaitu IUP Nomor: 541/sk.34/IUP/DISTAMBEN/2011 dan IUP Nomor: 541/sk.35/IUP/DISTAMBEN/2011 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Pasir Laut di Lepas Pantai Utara Kabupaten Serang. Penghentian sementara dilakukan sampai dengan selesainya kajian ulang yang dilakukan secara bersama-sama yang melibatkan usur terkait yaitu Pemerintah Daerah, Pengusaha dan masyarakat.

  "Terhadap surat tersebut, Ahmad Fanani salah satu nelayan tradisonal Teluk Lontar menyatakan “kami akan tetap bersikap kritis terhadap kegiatan pertambangan yang berjalan di Teluk lontar. Tidak hanya yang dilakukan oleh PT. Jetstar, tetapi semua pertambangan pasir laut di Teluk Lontar”. “Pada tahun 2004 lalu kami sudah pernah protes sehingga terbit surat penghentian sementara namun selang dua hari Bupati kemudian mempersilahkan kembali penambang pasir melakukan pengerukan pasir laut” tambahnya. Dengan pengalaman seperti itu kami tidak akan diam apabila janji manis tahun 2004 lalu oleh Bupati Serang terulang lagi, tutupnya.

  "Dadi Hartadi, dari Wahana Hijau Fortuna mengungkapkan “Penghentian sementara aktifitas penambangan pasir laut dipesisir lontar oleh Bupati Serang harus menjadi proses awal ditutupnya secara permanen seluruh penambangan pasir dilaut Lontar”. Keinginan masyarakat nelayan tradisional adalah tidak ada lagi kegiatan penambangan karena mengganggu ekosistem perairan dan hancurnya biota laut yang berdampak rusaknya wilayah tangkapan nelayan tradisional. Jika bupati serang kembali mengijinkan kegiatan penambangan pasir laut kembali, sebelum dilakukan kajian ketat dan komprehensif terkait aspek ekologis dan tata ruangnya, “kami bersama nelayan tradisional alam melaporkan pelanggaran pidana tata ruang karena sesuai Perda No. 10 tahun 2011 tentang Tata Ruang Kab. Serang, kawasan tersebut adalah kawasan rawan bencana geoologi dan rawan abrasi”.

  "Merujuk pada UU no.26 tahun 2007 tentang penataan ruang diamanatkan, “siapapun pejabat berwenang yg mengeluarkan ijin yg tdk sesuai dg tata ruang dapat diancam pidana dan pidana tambahan berupa pemecatan secara tidak hormat dari jabatannya” tutupnya. A. Marthin Hadiwinata dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyatakan bahwa “pengrusakan lingkungan yang terjadi oleh penambangan pasir laut tidak hanya terhadap wilayah pesisir yang dikeruknya namun terjadi perusakan juga terhadap wilayah yang menjadi tujuan pasir laut tersebut”. Marthin menambahkan “perusakan wilayah penimbunan pasir yang dikeruk ditujukan untuk reklamasi di teluk Jakarta menempatkan nelayan tradisional sebagai korban”. Oleh karena itu penegakan hukum pidana terhadap penambangan pasir yang merusak lingkungan berdasarkan Pasal 35 huruf i UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mutlak diperlukan.

  "Ancaman bagi pelaku penambangan pasir yang secara teknis, ekologis, social dan budaya dapat menimbuklan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar dapat di pidana penjara 10 tahun dan denda Rp. 2 milliar” tutupnya. A Haris Balubun dari Jatam menyatakan “Pencabutan Sementara Izin Penambangan pasir laut di pesisir lontar oleh Bupati Serang jelas memperlihatkan kelemahan Pemerintah Daerah yang memilih tunduk atas kepentingan pemodal/perusahaan ketimbang mendahulukan dan mengutamakan kepentingan masyarakat”. Haris menambahkan, “pencabutan sementara mengindikasikan tidak adanya jaminan hukum atas kerusakan Lingkungan akibat penambangan pasir laut di Pesisir Lontar dan teluk Banten Secara umum ”.

  "Handika Febrian dari LBH Jakarta mengungkapkan, “keluarnya surat penghentian aktivitas penambangan sementara adalah proses dari tuntutan masyarakat lontar yang tidak menginginkan adanya lagi pertambangan pasir di perairan mereka”. Seharusnya bupati bersikap tegas untuk menutup dan melarang secara permanen, dikarenakan aktivitas pertambangan tersebut menimbulkan pemiskinan struktural yang mengancam mata pencaharian nelayan. Febrian menambahkan bahwa “Hak atas lingkungan yang baik dan sehat adalah hak konstitusional setiap warga Negara termasuk nelayan dan merupakan bagian dari Hak Asasi manusia seperti yang tertuang dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 Jo. Pasal 9 Ayat 3 UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia”.

  "Irhash dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mengatakan bahwa keluarnya surat penghentian sementara adalah kemenangan rakyat lontar dalam mempertahankan sumber kehidupan pesisirnya yang dirusak oleh tambang pasir laut. “Walhi mengapresiasi keputusan ini, namun ini bukan keinginan rakyat.

Walhi meminta pihak Pemerintah Kabupaten Serang untuk memulihkan hak nelayan baik dari segi ekonomi dan khususnya lingkungan. Kerusakan terumbu karang dimana ikan hidup bersama biota lain harus dipulihkan. Dan berharap warga lontar terus konsisten untuk memastikan penghentian total dan mencabut IUP Pasir Laut di kawasan lontar khususnya dan pesisir Utara Banten umumnya. "Jika tidak rakyat akan kembali ditipu oleh pemerintah kabupaten", imbuhnya. Walhi secara nasional akan terus memantau hasil keputusan bupati ini dan akan menjadi bagian dari kerja advokasi kasus tambang pasir di Lontar dan Banten secara keseluruhan.

FORTAS PELOR (Forum Solidaritas Pemuda Lontar) – FKPN (Front Kebangkitan Petani dan Nelayan) Kabupaten Serang - WHFn(Wahana Hijau Fortuna) – Front Aksi Mahasiswa (FAM) BANTEN - KOMPAK (Komite Mahasiswa dan Pemuda Anti Kekerasan) – WALHI – LS ADI – JATAM – LBH JAKARTA – KIARA - AGRA - KontraS.
Untuk lebih lanjut dapat menhubungi:
Ahmad Fanani, nelayan tradisional teluk Lontar di 0858 1429 0902
Dadi Hartadi, Wahana Hijau Fortuna, di 08777 155 7579
A. Marthin Hadiwinata, KIARA, di 0856 2500 181
Haris Balubun, dari JATAM, di 0812 8769 2113
Handika Febrian, LBH Jakarta, di 0856 917 3322 1
Irhash Ahmady, WALHI Nasional, di 0815 7 2222 066


  Sumber: http://indo.jatam.org/saung-pers
11 January 2013.
(Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar