11 November 2012, Siaran Pers Walhi, Jatam, Warga Batang Toru.
Jakarta (11 November 2012) Warga
Batang Toru menolak sungai Batang Toru sumber air minum, tempat
menangkap ikan dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah tambang G
Resources. Sungai ini
penting bagi mereka untuk minum, mandi, memelihara ikan perairan darat.
Di bagian hilir Batang Toru, terdapat Danau Siais. Daerah ini dikenal
sebagai penghasil ikan sale.
Perjuangan
mereka menyelamatkan sungai penting selebar 98 meter ini, di kawasan
hutan lestari Batang Toru diabaikan oleh pemerintah. AMDAL
perusahaan tambang emas PT Agincourt/G Resources menyatakan Sungai
Batang Toru tidak digunakan sebagai air minum. Informasi ini
bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Penolakan warga atas
pembuangan air limbah tambang ke Batang Toru telah disampaikan warga
termasuk kepala-kepala desa yang terdampak, seperti Desa Muara Hutaraja,
Desa Bandar Hapinis dan Desa Terapung Raya kepada Bupati Tapanuli
Selatan. Disamping tertulis juga dengan aksi unjuk rasa.
Namun
tidak dihiraukan oleh pemerintah daerah. Ketidakpedulian pemerintah
inilah yang mendorong kemarahan warga, yang dihadapi dengan Kepolisian
Sumatera Utara dengan tindakan sangat represif. Padahal hak atas
lingkungan yang sehat adalah hak mendasar (hak konstitusi) warga negara
Indonesia, seperti disebutkan dalam Pasal 28 H UUD 1945 ayat 1.
Pemeberian
informasi palsu/keterangan tidak benar di dalam AMDAL adalah suatu
tindakan yang terlarang beradasarkan Pasal 69 ayat 1 huruf j UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelanggaran ini dapat
dihukum dengan penjara selama satu tahun atau denda Rp.1000.000.000.
Ironisnya, Polda Sumatera Utara dan BPLH Sumatera Utara tidak memproses
tindak pidana lingkungan hidup ini. Justru Polda Sumatera Utara
melakukan pengawalan pemasangan pipa limbah tambang G
Resources/Agincourt ke Batang Toru.
Karenanya,
JATAM mendesak Kementerian Lingkungan Hidup segara turun tangan atas
kasus ini untuk menegakkan hak konstitusi warga atas lingkungan yang
sehat. Kewenangan KLH ini berdasarkan pasal Berdasarkan
pasal 73 UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Menteri LH dapat melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang izin
lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika Pemerintah
menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
WALHI
mendesak KLH agar segera mengeluarkan keputusan untuk menghentikan
pemasangan pipa air tambang ke Batang Toru, sebagai bentuk pengawasan
KLH dan penerapan azasprecautionary principle (prinsip kehati-hatian) yang dianut oleh sistem aturan lingkungan hidup.
Jika
tindakan ini tidak dilakukan, kasus ini bisa membuktikan bahwa
Kementerian Kabinet SBY hanya peduli investasi asing tapi tidak
mempedulikan hak konstitusi warga atas lingkungan yang sehat.
Kontak media:
Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI
081932925700,
pius.ginting@walhi.or.id
Hendrik Siregar, (Jatam), 085269135520.
(Bihis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar