Rabu, 31 Oktober 2012

TKI Diobral di Malaysia.

31/10/2012.
Tenaga kerja Indonesia di Malaysia kini diobral.
Itu sekurang-kurangnya bunyi iklan yang menggambarkan TKI sebagai barang jualan.

  Tidak tanggung-tanggung, iklan yang ditulis dalam bahasa Inggris itu berbunyi ’’Indonesia maids now on SALE!!!’’’. Artinya lebih kurang ’’Pelayan Indonesia kini DIOBRAL!!!’’. Iklan itu menawarkan kemudahan mendapatkan pekerja rumah tangga asal Indonesia dengan jaminan 3.500 ringgit(sekitar Rp 10,8 juta) dan biaya 7.500 ringgit (sekitar Rp 23,2 juta) setelah diskon 40 persen.
Bukan main!
Mungkin saja tidak akan menjadi heboh jika iklan itu tidak ditemukan dan dipersoalkan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah.

  Dari iklan yang ditemukan Hidayah pekan lalu di kuala Lumpur itu, segera terbayang persepsi  dan perlakuan masyarakat Malaysia, sekurang-kurangnya sebagian, terhadap TKI. Seakan tidak dapat disembunyikan lagi, TKI diobral seperti barang jualan, yang sangat lazim pada zaman perbudakan dulu. Jangan-jangan pula TKI merupakan bentuk perbudakan modern, yang meredusir manusia menjadi barang dagangan. Masuk akal, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa protes keras atas iklan di Malaysia yang melecehkan TKI itu.

  Pemerintah Indonesia memang harus memperotes sekeras-kerasnya dan mengancam iklan tersebut. Hanya saja berbagai kalangan berpendapat, protes memang penting, tapi jauh lebih penting sebenarnya program nyata pemerintah untuk melindungi hak, martabat, dan kehormatan TKI di Malaysia dan sejumlah negara. Bahkan muncul pula sinisme, tak ada gunanya hanya memprotes Malaysia jika perlakuan terhadap TKI tak juga berubah di Indonesia.

  Bukankah masih dikeluhkan bagaimana TKI menjadi sasaran pemerasan ketika berangkat dari Indonesia atau pulang ke Tanah Air? Banyak hal yang perlu dibenahi dan dibereskan tarkait masalah TKI. Upaya perlindungan hak, martabat, dan kehormatan TKI harus dilakukan secara serius, tidak berhenti pada retorika saja. Sudah sering dipertanyakan, mengapa bukan tenaga profesional dan terlatih saja yang dikirim ke mancanegara. Pengiriman tenaga kerja pembantu sangat berisiko karna mereka akan mudah diperlakukan sewenang-wenang oleh majikannya.

  Tentu saja semua wacana tentang nasib TKI tidak akan ada habis-habisnya jika lapangan kerja di dalam negeri sebagai akar terdalam persoalan tidak segera dibereskan. Banyak orang terpaksa pergi ke mancanegara, meninggalkan sanak keluarga dan kampung halaman, karena tidak memiliki pekerjaan. Kegagalan negara menciptakan lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan, sebagaimana diamanatkan konstitusi, telah mamaksa jutaan orang mengadu nasib ke negara lain meski tahu akan menghadapi berbagai rasiko, seperti pemerasan, pelecehan, pemerkosaan, penganiayaan, penyiksaan, bahkan pembunuhan.



’’Sumber: Koran Cetak Kompas Jakarta, 31/10/2012, Halaman 6(opini).



(Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar