Selasa, 16 Oktober 2012

Pernyataan Sikap Bersama Peringatan Hari Ketiadaan Pangan Hentikan Monopoli Pangan, Benih, Tanah Dan Tegakkan Kedaulatan Pangan.

16/10/2012.


Pada situasi sekarang ini, akibat ulah korporasi monopoli internasional pada bidang benih, Produksi dan distribusi telah menyebabkan negara-negaran agraris kehilangan kedaulatan dan kontrolnya pada usaha memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.
Dari data yang mampu dihimpun, akibat globalisasi neoliberal /imperialisme telah menorehkan catatan mengerikan dimana 105 dari 149 negara berkembang maupun negeri bergantung adalah pengimpor pangan bersih. Ini berarti Negara-negara tersebut tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memproduksi pangannya sendiri.

 
‘’Bagi Indonesia sendiri , hancurnya kedaulatan pangan nasional dan hilangnya kemampuan negara dan rakyat untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional telah berlangsung cukup lama.
Dari tahun ke tahun , pemerintah semakin gagal dalam memenuhi kebutuhan beras sebagai bahan pangan pokok rakyatnya.
Kebijakan untuk selalu melakukan impor beras meski bertentangan dengan kepentingan kaum tani dan kepentingan rakyat luas, bahkan mendapat tentangan dalam berbagai bentuk aksi protes atas rencana tersebut, selalu saja titempuh demi memuaskan nafsu mengeruk untung dari paraa kapitalis monopoli internasional. Bahkan ,pada tahun 2012 ini pemerintah melalui menteri pertanian telah membulatkan tekad melakukan impor beras sebesar 1 juta ton.

  ‘’Tekad ini, sungguh merupakan tekad yang nyata-nyata reaksioner dan tanpa berperasaan terhadap rakyatnya sendiri dan kepada kaum tani.
Dengan kata lain negara telah nyata-nyata membuktikan dirinya sebagai boneka dari imperialisme dan para tuan tanah besar yang terus melakukan perampokan dan penghancuran massa luas rakyat dan kaum tani.
Pemerintah dari satu rezim ke rezim lainnya, tidak memiliki komitmen yang kuat dalam menata dan membangun sector pertanian /agraria yang telah mengalami krisis cukup lama dan dalam.
Tentu saja, hilangnya kedaulatan pangan nasional kita saat ini, selain disebabkan oleh kebijakan kebijakan negara membuka dan melapangkan liberalisasi perdagangan pada produk pangan, juga diakibatkan oleh berbagai bentuk penyebab krisis agraria lainnya.

  ‘’Salah satu sebab yang dimaksudkan diantaranya adalah intensif dan meluasnya praktek monopoli tanah. Monopoli kepemilikan dan penguasaan atas tanah tersebut ditempuh dengan cara perampasan tanah rakyat (land grabbing) sehingga berdampak pada terkucilnya petani miskin perseorangan dan pertanian secara umum yang mengusahakan tanaman-tanaman pangan.
Monopoli yang terjadi keseluruhannya diabdikan dan diorientasikan bagi pemenuhan tanaman- tanaman komoditi tak terkecuali pangan untuk dijual di pasar internasional. Praktek inilah yang termanifestasikan dalam usaha-usaha pertanian skala besar, perkebunan kelapa sawit,perkebuan kayu (HTI), perkebunan tebu, perkebuanan pangan sekala besar (MIFFE) dan jenis tanaman komoditi lainnya.

  ‘’Begitu juga alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian turut menyumbang permasalahan –permasalahan tersebut di atas. Dampak lebih lanjut ,hancur dan hilangnya kedaulatan pangan di sejumlah negeri agraris juga yang menderita kelaparan. Sebagai gambaran ,dapat disebutkan rakyat miskin yang menderita kelaparan.
Sebagai gambaran, dapat disebutkan diantaranya adalah India merupakan negeri dengan jumlah penderita kelaparan tertinggi di dunia, disusul oleh China. Dimana 60% dari total penderita kelaparan di seluruh dunia berada di Asia dan Pasifik, diikuti oleh negeri-negeri Afrika Sub Sahara sebesar 24% serta Amerika Latin dan Karibia 6%.
Bahkan ,setiap tahun orang yang menderita kelaparan bertambah 5,4 juta. Juga setiap tahunnya 36 juta rakyat mati karena kelaparan dan gizi buruk, baik secara langsung maupun tidak langsung.


  ‘’Yang jauh lebih memerikan hati, menurut data Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 1996 terdapat 854 juta dari 5,67 miliyar penduduk dunia yang menderita kurang pangan , diantaranya 200 juta balita menderita kurang gizi, terutama enegri dan protein.
Selain itu, laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencatat bahwa 3-5 ribu orang mati setiap hari akibat kelaparan. Permasalahan tersebut di atas hanyalah sebagian kecil dari dampak atas hilangnya kedaulatan pangan nasional suatu negeri dan tentu saja kehadiran korporasi monopoli internasional di bidang benih, Produksi dan distribusi bahan pangan memberikan andil yang sangat besar atas hilangnya kedaulatan pangan nasional.
Namun sesungguhnya bila kita tengok lebih jauh, korporasi monopoli internasional tersebut juga telah menghancurkan seluruh pengetahuan bertani yang terbukti ramah terhadap lingkungan dan sesuai dengan budaya asli rakyat maupun sesuai dengan syarat-syarat kelestarian keanekaragaman hayati.

  ‘’Keberadaan lembaga-lembaga riset dan penelitian baik di dalam lingkungan universitas/perguruan tinggi serta lembaga-lembaga sejenis merupakan sponsor utama hilangnya benih-benih asli. Lembaga internasional seperti IRRI yang secara resmi merupakan lembaga yang sengaja dibentuk oleh Yayasan Rockefeller dan Yayasan Ford (kedua Yayasan dari Amerika ini juga banyak mendanai lembaga- lembaga swadaya masyarakat di Indonesia) pada tahun 1959 di Filipina, menyumbang besar hancurnya pengetahuan bertani yang dimaksud termasuk lembaga ini terbukti telah menghancurkan dan merampas benih-benih padi asli dari sejumlah negara dan dengan demikian kebaradaannya telah menopang industri monopoli benih, produksi pangan yang di usahakan secara monopoli oleh korporasi pangan internasional.

  ‘’Oleh karenanya keberadaan lembaga-lembaga semacam ini harus ditentang kehadirannya dalam segala bentuk aktivitasnya, baik dalam bentuk riset/ penelitian, uji coba serta pengujian di lapangan sumber pangan rekayasa genetic ataupun pengusahaan lahan dan pengusahaan secara monopolistic. Akhirnya, dapat kita simpulkan bahwa kehadiran perusahaan pangan yang berinvestasi yang menyerbu Asia saat ini dapat dikatakan sebagai bentuk kontrol koporasi monopoli internasional atas kedaulatan pangan suatu bangsa.
Bahkan, semenjak kehadirannya telah terbukti menghancurkan kedaulatan pangan nasional, merusak dan mengancam keselamatan dan nilai-nilai kemanusiaan serta meminggirkan peran perempuan dari sector pertanian untuk berpartisipasi dalam proses produksi.

  ‘’Perkuat persatuan rakyat untuk melawan rezim anti rakyat dengan mendesakkan tuntutan:
1. Jalankan Reforma Agraria sejati karena ini merupakan jalan keluar utama dari krisis pangan yang di alami oleh rakyat, bukan dengan jalan yang selama ini ditawarkan atau dilakukan oleh perusahaan korporasi pangan yaitu dengan melakukan rekayasa genetic untuk mendongkrak produksi pangan dan membangun perkebunan sekala besar untuk pangan.

2. Hapuskan monopoli atas benih dan berikan kelulusan bagi rakyat untuk memilih benih dan melakukan pemulyaan benih sendiri secara mandiri.

3. Berikan perlindungan terhadap petani menjadi penyedia bahan pangan bagi rakyat, dengan jalan dikeluarkan undang-undang yang berpihak pada petani, nelayan laki-laki dan perempuan.

4.Membatalkan segala perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agriment) yang jelas akan mengancam kedaulatan pangan dalam negeri.
……………………………………………………………………..                                                                                                                      
                                                                      Jakarta 16 Oktober 2012.

AGRA, Serikat Petani Indonesia (SPI) Solidaritas Perempuan (SP), KIARA,WALHI, IHCS,FIELD Indonesia, Koalisi Anti Utang (KAU),GSBI, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), KRuHA, KNTI, SNI, LS-ADI, GSM.






(Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar