Senin, 22 Oktober 2012

Hati-hati Menguras Emas Banyuwangi.

22/10/2012.
Pemerintah tidak bisa mencampuri sengketa bisnis tambang emas di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, yang kini meruncing. Bahkan persiapan penambangan di ujung Provinsi Jawa Timur ini sampai di stop. Tapi pemerintah pusat ataupun daerah mesti memastikan lagi bahwa eksploitasi emas merupakan berkah, bukan bencana bagi penduduk wilayah ini.
Konsesi penambangan yang kini diributkan itu di pegang oleh PT Indo Multi Niaga(IMN) sejak 2006. Menggandeng anak perusahaan Australia Intrepid Ltd, Emperor Mines, perusahaan ini sudah mendapat izin mengeksplorasi dari Kementerian Kehutanan.
  Berdasarkan penelitian, sedikitnya isi perut bumi yang di kuasai IMN mengandung 2 juta ounces emas dengan nilai sekitar US$ 5 miliar atau Rp 50 triliun. Hubungan IMN dengan Intrepid dalam “proyek tujuh bukit’’ itu belakangan ini retak. Intrepid, yang sudah mengucurkan UU$ 100 juta, merasa dipermainkan lantaran IMN berupaya mengalihkan sahamnya ke pihak lain.
Untuk “memperkuat’’ posisinya, Intrepid kini menggandeng pengusaha- yang juga politikus – Surya Paloh.

  Sengketa itu membuat kegiatan eksplorasi di Banyuwangi berhenti. Pemerintah bisa menggunakan momen ini untuk memeriksa lagi perizinan tambang emas di Banyuwangi. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur Jawa Timur, serta Bupati Banyuwangi harus duduk satu meja membahas kasus ini.
Bahkan perlu dilibatkan pula sejumlah organisasi lingkungan yang selama ini menuntut area tambang itu ditutup. Solusi tepat mesti diambil agar keputusan perihal tambang itu tidak merugikan siapa pun.

  Walau IMN belum melakukan eksploitasi, faktanya kini ribuan orang berburu emas di sana. Dan sejauh ini pemerintah Banyuwangi tak bisa menghentikan kegiatan ilegal yang memporak-porandakan hutan di sana. Bisa dipastikn keberadaan para penambang ilegal itu akan menjadi masalah bagi para investor yang berhak mengelola area tersebut.
Benar bahwa Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batu Bara kini membuka pintu lebar-lebar bagi perusahaan Asing untuk berbisnis tambang di Indonesa.

  Tapi Undang-Undang itu pun mensyaratkan sejumlah aturan ketat. Selain mesti memiliki dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) yang menjamin amannya linkungan dari kegiatan itu, pemegang konsesi harus memberi kontribusi bagi kemakmuran rakyat.
Publik belum mengetahui betul sejauh mana urusan penting itu diperhatikan oleh pemegang konsesi tambang emas Banyuwangi.
Harus dipastikan limbah hasil penambangan yang mengandung sianida, misalnya, tidak mencemari perairan Pancer atau Muncer. Soalnya, perairan ini penuh dengan ikan yang menjadi sumber penghidupan bagi ribuan nelayan.

  Pemegang konsesi harus pula menjamin penambang tidak menghabiskan air sungai di sana yang dipakai untuk mengairi sawah enam kecamatan di banyuwangi. Jangan lupa, eksploitasi emas juga bisa merusak Taman Nasional Meru Betiri, yang berjarak tak lebih dari 5 kilometer dari area IMN dan merupakan benteng pertahanan terakhir habitat harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), yang tinggal segelintir. Semua ini mesti diperhatikan agar penambang emas Tumpang Pitu bermanfaat bagi rakyat dan bukan malah membawa bencana.


‘’Sumber: Koran cetak Jakarta, Koran Tempo halaman A2, 22/10/2012.




(Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar