Selasa, 22 Mei 2012

Investasi Kelapa Sawit dan Tambang Picu Konflik.

mediaindonesia.com/ Selasa, 22 Mei 2012.
BANJARMASIN--MICOM: Gencarnya ekspansi sektor perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di Kalimantan Selatan (Kalsel) dinilai menjadi pemicu terjadinya konflik di tengah masyarakat.


Hal itu disampaikan Kepala Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Kalsel Hermansyah Manaf di Banjarmasin, Selasa (22/5). "Sebagian besar konflik agraria yang terjadi terkait ekspansi sektor perkebunan dan pertambangan," tuturnya.
Ia mengakui potensi konflik agraria di Kalsel sangat besar. Bahkan beberapa kasus kekerasan telah terjadi di sejumlah daerah. "Saat ini kami bersama Kominda dan forum-forum kemasyarakatan terus mendata potensi konflik yang kemungkinan bisa terjadi," ujarnya.

Menurut Hermansyah, pihaknya juga akan mendata perusahaan perkebunan dan pertambangan yang dinilai menjadi pemicu konflik. Sebab, masuknya perusahaan perkebunan dan pertambangan cenderung tidak ramah lingkungan, sehingga mengancam sumber kehidupan masyarakat adat.

Keberadaan usaha pertambangan dan perkebunan, katanya, tidak memberikan kontribusi positif bagi masyarakat adat. Justru sebaliknya menjadi penyebab kerusakan lingkungan, hilangnya mata pencarian warga, bahkan banyak permukiman warga adat tergusur akibat masuknya investor.

Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, tanah adat yang kini dikuasai pihak investor tersebar di sepanjang kaki Pegunungan Meratus di wilayah Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar, Tanah Bumbu, dan Kotabaru. Sementara itu, luas tanah adat di Kalsel diperkirakan mencapai 300.000 hektare.

Walhi juga mencatat sedikitnya telah terjadi 28 konflik agraria antara masyarakat dan investor di Kalsel dalam kurun waktu 2008-2011. (DY/OL-01)


(Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar