Kamis, 02 Mei 2013

Petisi, Kecelakaan dalam Dunia Ilmiah!



Petisi ke Presiden SBY dari sekelompok orang yang menamakan diri pakar arkeologi yang membantah riset ilmiah Tim Riset Mandiri Gunung Padang adalah sebuah kecelakaan dalam dunia ilmiah. Dari kacamata Indonesia Maritime Institute (IMI),
dunia ilmiah tidak mengenal istilah Petisi. Direktur Litbang IMI, Dondy Arafat, sangat menyangkan penggunaan Petisi yang dilakukan sekelompok orang di Arkenas. untuk membantah sebuah hasil riset ilmiah.

  "Bantahan terhadap sebuah karya data riset ilmiah hanya bisa dibantah dalam sebuah forum ilmiah, sebagai bentuk pertanggung jawaban sebuah kerja ilmiah," kata Dondy beberapa saat lalu (Selasa, 30/4). Dondy mengaku beberapa kali terlibat dalam riset di Gunung Padang dan melihat langsung metodologi yang digunakan oleh para periset dari Tim Riset Mandiri yang di gawangi Dr. Danny Hilman, Dr. Andang Bachtiar serta Dr. Ali Akbar. Metodologi yang digunakan sangat mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang lazim di pakai dalam sebuah riset ilmiah, apalagi peralatan yang digunakan relatif sangat mutakhir," bebernya.

  "Dondy menyarankan sebaiknya para pembuat Petisi Ilmiah tersebut menggunakan cara-cara ilmiah jika ingin melakukan bantahan dari kerja riset tersebut, misalnya menggelar forum ilmiah yang menghadirkan pakar-pakar kompeten untuk berdiskusi dan berbantah sebagai mana layaknya para ilmuan yang sangat menjunjug tinggi kaidah keilmiahan. Bukan malah mengikuti pola-pola yang biasa dilakukan oleh para aktivis dalam dunia politik, apalagi Petisi itu sendiri diedarkan via email dan sebagainya, sehingga yang memberikan tandatangan belum diberikan informasi secara imparsial." tegasnya.

  "Makna Petisi sendiri, kata Dondy, adalah permohonan resmi ke pemerintah, yang biasanya digunakan oleh sekelompok orang untuk mengajukan tuntutan atau protes terhadap sesuatu yang diinginkan kelompok tersebut. karena itu, membuat Petisi ke Presiden dengan tujuan menghentikan sebuah riset karena dianggap tidak mengikuti kaidah ilmiah, tentu ini tidak pada tempatnya. Atau jika mereka tidak mampu membuat forum ilmiah kan bisa meminta bantuan Dewan Riset Nasional untuk memfasilitasi," tandasnya.

  "Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Andi Arief merasa perlu untuk menyampaikan penjelasan terkait tudingan miring yang dialamatkan kepada Tim Terpadu Riset Mandiri terkait riset yang dilakukannya di Gunung Padang. Andi Arief menegaskan bahwa riset yang dilakukan tim yang pembentukannya diinsiatori oleh dirinya itu bukanlah riset yang tidak mematuhi perundangan yang ada. Sebaliknya, riset dilakukan dengan memperhatikan UU Cagar Budaya No 11/2010. Puslit Arkenas (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) bukanlah satu-satunya lembaga yang berhak melakukan riset," kata Andi Arief.

  "Riset yang dilakukan Tim Terpadu Riset Mandiri di Gunung Padang, sambung Andi, juga sesuai dengan Pasal 26 ayat 4 yang menyatakan setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dengan penggalian, penyelaman, dan atau pengangkatan di darat dan atau di air sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya, kecuali dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Adapun terkait persoalan izin, riset yang dilakukan tim sesuai dengan ayat 5 bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin diatur dalam Peraturan Pemerintah.

  "Andie Arief menyayangkan selama ini partisipasi masyarakat dalam melakukan riset sangat rendah dan Puslit Arkenas menjadi peneliti tunggal. Padahal dengan adanya UU Cagar Budaya justru masyarakat harus berperan aktif dan Puslit Arkenas harus siap bersaing secara sehat dengan peneliti-peneliti lain baik perorangan maupun instansi.




(Bihis)



1 komentar:

  1. Selamat Malam Sobat, Izinkan saya untuk membaca isi postingan blog mu ya..

    Jangan lupa anda mampir ke blog saya yang sederhana...

    Oiya Kalo bisa sihh Klik juga G+ nya...

    Makasih Sebelumnya..

    Selamat malam, selamat beristirahat...

    BalasHapus