Kamis, 28 Maret 2013

Segera Lakukan Audit Lingkungan Menyeluruh di Sektor Pertambangan.

Photo, Saji.

Banjir, longsor, polusi dan pencemaran air, hampir seluruh wilayah Indonesia terjadi, seakan berlomba-lomba untuk menunjukkan diri akibat kerusakan lingkungan yang parah.
Selain industri kehutanan dan perkebunan skala besar, monster maha dahsyat perusak lingkungan adalah pertambangan. Sejurus dengan meratanya kerusakan lingkungan, izin pertambangan pun ada hampir diseluruh propinsi di Indonesia.

  "Kerusakan tak hanya dialami lingkungan, paling ironis adalah kerusakan mental pengurus negara. Monster pertambangan telah mengakibatkan sesuatu yang ilegal menjadi legal atau non prosedural jadi sebaliknya. Melakukan audit lingkungan menjadi penting dilakukan untuk menyelamatkan sendi-sendi kehidupan negara dan rakyat. Audit lingkungan memang bukan satu-satunya jalan. Setidaknya, langkah ini merupakan pengungkapan jejak rekam penyimpangan, kelalaian dan penyalahgunaan wewenang – abuse of power – pengurus negara dalam mengelola sumber daya alam.

  "Dari jejak rekam itu, bisa terlihat proses pemburukan lingkungan yang diakibatkannya. Pemburukan itu tak lepas dari faktor kepentingan kekuasan politik lokal dan nasional serta kekuatan modal. Audit lingkungan sendiri bukanlah hal baru dalam kontek regulasi, jauh sebelum UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk melakukan audit, pasal 48 – 52, telah ada keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor KEP-42/MENLH/11/94 tentang Pedoman Pelaksanaan Lingkunga.

  "Hingga kini belum ada langkah nyata yang dilakukan penyelenggara negara melaksanakan audit. Padahal, meratanya izin pertambangan di seluruh Indonesia membuat + 149 juta hektar atau 44% daratan diperuntukkan untuk tambang. Bisa dibayangkan, jika monster pertambangan terus merajalela membongkar habis daratan. Maka, status rakyat Indonesia makin jauh dari selamat. Kita masih ingat, 16 desa di Sidoarjo yang ditenggelamkan oleh satu perusahaan saja yang juga telah menguras uang rakyat melalui APBN, bisa dibayangkan jika 11 ribu-an izin tambang dan migas mengkapling ruang-ruang hidup rakyat.

  "Tak hanya ruang hidup rakyat yang terus dirampas, pencaplokan kawasan konservasi makin meningkat, data JATAM, 2011, setidaknya 3,9 juta hektar luas perizinan tambang yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Dan belum tentu semuanya sesuai prosedural maupun legal. Seharusnya rakyat Indonesia bisa menikmati fungsi-fungsi ekologis lingkungan atau jasa lingkungan, justru sebaliknya rakyat Indonesia dibuat tidak nyaman akan lingkungannya dan takut terjadi bencana. Sangat wajar BPK melontarkan pernyataan, “Indonesia Darurat SDA dan Lingkungan”, (25/03/2013).

  "Kasus-kasus pengrusakan lingkungan adalah potret nyata dilapangan yang tak bisa dipungkiri kegagalan perlindungan lingkungan. Fakta tak lepas kebijakan pembangunan yang berbasis perizinan, yang membuka ruang seluas-luasnya bagi korupsi. Negara tak hanya dirugikan oleh kerusakan lingkungan yang menimbulkan bencana, tapi juga oleh koruptor”, Ujar Andri S Wijaya, Koordinator JATAM. Audit Lingkungan di sektor pertambangan harus segera dilakukan dan secara menyeluruh dari mula perizinan hingga pasca tambang” tegas Andri S Wijaya.


  "Kontak: Haris Balubun, 081287682113.



(Bihis)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar