Selasa, 26 Maret 2013

Pengusaha Tambang Disubsidi Rakyat.


Anggota BPK Ali Masykur Musa saat berkunjung di Graha Pena. MASRI/RB.

BENGKULU–Ini peringatan bagi perusahaan tambang di Provinsi Bengkulu yang kerap melanggar aturan.
Mulai tahun ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berencana mengaudit perusahaan-perusahaan tambang.

  "Sama halnya dengan audit keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), hasil Audit Lingkungan terhadap aktivitas pertambangan dan kehutanan juga akan diteruskan ke ranah hukum. Setelah Juni kami akan mulai melakukan audit,” kata Anggota BPK Republik Indonesia (RI) Dr. Ali Masykur Musa, M. Si, M. Hum, saat berkunjung ke Graha Pena Rakyat Bengkulu, kemarin (26/3). Ada beberapa perusahaan pertambangan di tiga kabupaten yang bakal dibidik.

  "Yakni Seluma, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah. BPK berencana memeriksa aspek penerimaan dan pengelolaan lingkungannya. Data terhimpun, sektor pertambangan Bengkulu mengambil sekitar 8,10 persen luas lahan Provinsi Bengkulu, kehutanan 46,5 persen dan perkebunan 20,8 persen. Dengan audit lingkungan, BPK akan membantu mengharmoniskan tata ruang pembangunan. Jangan sampai lingkungan rusak tetapi rakyat tetap miskin,” ujar Ali.

  "Dia mengungkapkan, royalti yang diterima daerah selama ini tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, dengan biaya perbaikan jalan dan jembatan provinsi bisa mencapai Rp 162,2 miliar, royalti batu bara hanya Rp 16,5 miliar. Artinya hanya sekitar 10 persen saja menyumbang pada daerah.

  "Kerugian akibat aktivitas pertambagan yang tidak bertanggung jawab, lanjut Ali, juga kerap kerusakan lingkungan dan memicu konflik sosial. “Kondisi semakin diperparah dengan adanya pembiaran dari pemerintah setempat. Malah ada indikasi ada “obral IUP” (Izin Usaha Pertambangan). Ini yang akan kami awasi,” tegas Ali. Pemeriksaan BPK terhadap sektor usaha pertambangan dan kehutanan disebabkan karena banyak pelaku usaha yang tidak hanya merusak lingkungan.

  "Tapi juga mengemplang royalti atau melaporkan pembayaran yang tidak semestinya.


BPK akan mengaudit perusahaan untuk melihat apakah menyerbot kawasan hutan atau tidak, merambah hutan tanpa izin, penyetoran jaminan reklamasi dan mengecek apakah perusahaan merehabilitasi lahan pascatambang. Hingga kini sudah enam provinsi yang diaudit. Diantaranya Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Temuan pelanggaran cukup banyak.

  "Sebagian sudah diteruskan ke aparat penegak hukum karena indikasi tindak pidana,” ujar Ali yang juga melakukan Sosialisasi Lingkungan dan Kuliah Umum di Universitas Bengkulu, kemarin. Dia menambahkan, BPK sudah mulai aktif melakukan audit lingkungan sektor pertambangan dan kehutanan sejak tahun 2009 lalu. Mulai Juni 2013 mendatang, Ali juga akan mulai efektif sebagai Ketua Kelompok Kerja Audit Lingkungan BPK se-Dunia (Working Group Enviromental Audit INTOSAI).

  "Pada kunjungan ke Graha Pena, Ali didampingi Kepala BPK Perwakilan Bengkulu Erwin, SH, M. Hum, bersama pejabat eselon III dan IV BPK lainnya. Kedatangannya pukul 14.20 WIB, disambut Pemimpin Redaksi (Pemred) RB Zacky Antony, SH, Redpel RB Patris Muwardi, S. Pt, Pemred RBTV Purnama Sakti, M. Si dan Redaktur RB Sumarlin.

Kuliah Umum di Unib.

  "Menanggapi permasalahan buruknya pengelolaan tata ruang dalam penyelenggaraan pembangunan, kemarin (25/3) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan sosialisasi audit lingkungan dan kuliah umum di Universitas Bengkulu (Unib). Sosialisasi dan kuliah umum diisi anggota Bidang 4 BPK RI yaitu Ali Masykur Musa, M.Si, M.Hum.

  "Audit lingkungan ini bertujuan untuk menilai sejauh mana peranan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya alam berdasarkan prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, seperti yang diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, dalam artian tidak merusak kelestarian lingkungan hidup. Pembangunan tidak hanya sebatas berorientasi pada aspek pertumbuhan semata, namun juga harus memikirkan aspek lingkungan juga,” terang Ali pada sambutannya dalam Kuliah Umum di Aula Pertemuan Rektorat Unib.

  "Pada kesempatan ini Ali mengatakan bahwa BPK sangat berkepentingan melakukan pemeriksaan berperspektif lingkungan karena Indonesia dituding sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia. Hal ini dibuktikan dengan laporan dari Bank Dunia pada tahun 2007 yang mengatakan laju deforestasi Indonesia mencapai 2 juta Ha per tahun. Selain itu Indonesia juga sebagai penyumbang emisi gas Karbon Dioksida (CO2) terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China.

  "Kemudian emisi CO2 atau gas rumah kaca yang dihasilkan Indonesia sekitar 34% dari total dunia, yang berasal dari kebakaran hutan, illegal loging dan konversi hutan ke sector non kehutanan terutama ke perkebunan sawit. Audit lingkungan dilakukan guna melihat sejauh mana kepatuhan terhadap tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah, proses perizinan Amdal dan pelepasan kawasan hutan serta hak-hak negara dalam pengelolaan lingkunga,” ungkap Ali.

  "Dijelaskan juga, sejak tahun 2007 BPK telah menjadi anggota Working Group on Environmental Auditing (WGEA). WGEA bertujuan untuk ikut berpartisipasi memperbaiki kualitas lingkungan hidup dunia dalam hal ini menurunkan emisi gas rumah kaca. “Berdasarkan meeting WGEA di Argentina bulan November 2011 lalu, BPK terpilih menjadi Ketua WGEA untuk periode tahun 2013-2016,” papar Ali.(ken/cw1).


  "Sumber: http://harianrakyatbengkulu.com
Selasa, 26 Maret, 2013.

(Bihis)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar