Senin, 10 Desember 2012

“Selamatkan Cagar Alam Morowali, tutup dan adili PT Gema Ripah Pratama”.

10/12/2012.

Ekspansi pertambangan di Kabupaten Morowali dalam kurun waktu lima tahun terakhir meningkat signifikan. Tercatat, jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbikan oleh Bupati Morowali diperkirakan 189 IUP. Angka itu merupakan
akumulasi dari sekian banyak perusahaan pertambangan yang ada disana, tetapi hanya ditetapkan sebanyak 77 IUP yang masuk kategori Clean and Clear. Sisanya, beroperasi tanpa kendali dan control yang memadai. Sehingga pelanggaran hukum laju kerusakan hutan terjadi dan berlangsung tanpa ada upaya untuk menghentikan.

 Berikut ini kami sampaikan nota protes kami terhadap atas aktivitas eksploitasi nikel dan pencurian kayu didalam Cagar Alam Morowali. Adalah PT. Gema Ripah Pratama dengan  nomor izin IUP Eksplorasi Produksi No: 540.3/SK.002/DESDM/XII/2011 dengan luas 145 ha. Dan PT. Eny Pratama Persada yang belakangan diketahui oleh warga setempat telah melakukan penebangan dan pembabatan hutan Mangrove disepanjang areal desa Tambayoli, Tamainusi dan Tandayondo, temuan warga Tambayoli.

 Pada bulan Oktober  2011 adalah awal mula aktifitas pembabatan hutan bakau yang merupakan kawasan Cagar Alam Morowali, dengan lebar 15 meter  dan panjang nya kurang lebih 1200 meter untuk di jadikan pelabuhan pemuatan orb NIKEL oleh PT Gema Ripah Pratama. Berdasarkan hasil investigasi lapangan oleh Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Resort I Kolonedale tanggal 8 hingga 9 November 2011 ditemukan beberapa hal: Pertama, Hutan Mangrove yang terbentang dipesisir Pantai Tambayoli, Tamainusi, Tandoyondo merupakan batas alam dan masuk dalam kawasan Cagar Alam Morowali yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No:237/Kepts-11n/1999 tanggal 21 April 1999 dengan luas 209.400 hektar; Sejak tanggal 1 Juni 2012,  PT Gema Ripah Pratama telah melakukan aktivitas operasi produksi, membangun jalan hauling koridor tambang galian ke Pelabuhan yang membentang di tengah-tengah pemukiman penduduk dengan total areal konsesi 150 hektar.

Perusahaan melakukan operasi produksi dengan menumpuk orb di Desa Tambayoli  seluas satu hektar, hanya bermodal IUP eksplorasi. Selain membabat dan merusak Cagar Alam Morowali, perusahaan ini juga melakukan penjualan orb tanpa izin ekspor dan menyalahi Kepmen no 7 tahun 2012 tentang larangan ekspor mentah bahan tambang. Cerita protes ini merupakan ketidakadilan yang berkepanjangan. Sejak tahun 1999 saat Cagar Alam Morowali ditetapkan sebagai kawasan proteksi, puluhan masyarakat sekitarnya yang mencoba memanfaatkan hasil-hasil hutan secara subsisten dipenjarakan.

Bahkan pada tahun 2009, seorang warga setempat mati sakit akibat dipenjara karena dituduh merambah dikawasan Cagar Alam. Padahal masyarakat mengatakan bahwa petani tersebut mengambil kayu diluar Cagar Alam Morowali. Tetapi ketika tambang datang, pemerintah setempat tidak berbuat apa-apa, justru membiarkan kerusakan hutan terjadi.

Arti penting Cagar Alam Morowali juga perlu disadari, kawasan ini menyimpan keanekaragaman hayati yang kaya, jenis hutan yang ada di dalamnya berupa hutan pantai, hutan mangrove, hutan lumut dan, hutan alluvial dataran rendah hingga jenis hutan pegunungan.  Juga terdapat  beberapa jenis fauna yang ada di dalam cagar alam Morowali, seperti Anoa, Babirusa, Kera, Kus-kus beruang, Musang serta Babi Hutan dan, Rusa. Selain itu, ada jenis burung seperti Maleo, burung Gosong dan masih banyak jenis burung  lainnya berada di dalam kawasan Cagar Alam tersebut.
 
 Ancaman kerusakan lingkungan fatal disertai ketidakadilan atas pemanfaatan ruang-ruang produksi, dan pemagaran akses secara timpang mendorong kami Jaringan Advokasi Tambang (Jatam Sulteng) Sulawesi Tengah bersama masyarakat Soyo Jaya melakukan protes atas aktivitas pertambangan GRP yang telah telanjang mata merusak Cagar Alam Morowali.

 Melalui surat ini kami menyampaikan petisi 55.250 orang di dunia mendukung desakan pada Presiden Republik Indonesia Cq. Kementeriaan Kehutanan untuk segera menghentikan aktivitas eksploitasi nikel yang dilakukan di dalam Cagar Alam Morowali. Kami juga menyertakan bukti video dan dokumen sebagai bahan awal penyelidikan untuk memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dan melakukan tindak pidana pembiaran atas kerusakan hutan di wilayah itu.

Jatam Sulteng
Andika
Manager Riset dan Kampanye.



(Bihis)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar