Jumat, 21 Desember 2012

PROTES TERHADAP PROPER: PERINGKAT HITAM BAGI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP.

PROPER (Program for Pollution Control, Evaluation and Rating) atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup1 kembali menuai protes. Setelah kurang lebih satu dasawarsa pelaksanaan PROPER, kami menilai PROPER hanyalah kegiatan pencitraan Kementerian Lingkungan Hidup dan Perusahaan. PROPER belum
mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, belum memberikan akses informasi secara luas kepada masyarakat terkena dampak dan masyarakat umum,  apalagi  mendorong terciptanya peningkatan kualitas lingkungan hidup. Sebaliknya melemahkan hukum lingkungan di Indonesia.

Dengan ini kami mengajukan keberatan dan desakan kepada Kementerian Lingkungan Hidup sebagai berikut :
1. PROTES penerapan standar ganda oleh perusahaan peserta PROPER.
a. Bahwa salah satu penerima PROPER 2012 adalah Lapindo Brantas Unit Wunut. Padahal saat ini Lapindo menimbulkan bencana nasional akibat meluapnya Lumpur Lapindo di area operasinya di Sidoarjo. Sebagai bagian dari Lapindo group, penilaian PROPERroper Hhijau untuk Lapindo menimbulkan sesat pikir dan menjadi “greenwash” perusahaan.

b. Kementerian Lingkungan Hidup berkelit bahwa PROPER hanya menilai unit bisnis dari suatu korporasi dan bukan korporat2. Kami berpendapat metode penilaian ini sesat pikir, sangat dangkal dan tidak mendorong penaatan hukum lingkungan oleh korporat. Terlebih program PROPER ini telah dilaksanakan lebih satu dasawarsa.

c. Kementerian Lingkungan Hidup seharusnya mendorong penaatan kinerja lingkungan oleh Perusahaan secara menyeluruh sesuai prinsip Extended Producers Responsibility dan Corporate Social Responsibility serta Polluter Pays Principle. Perusahaan harus menjamin penerapan standar lingkungan dan keselamatan  yang tinggi yang berlaku tidak hanya pada induk perusahaan tetapi juga pada anak perusahaannya dan/atau unit-unit bisnis perusahaanya. Atas hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup sengaja membiarkan penerapan standar ganda oleh Perusahaan, di satu unit dinilai baik sementara unit yang lain menimbulkan permasalahan lingkungan nasional yang tak kunjung selesai.

d. Bahwa standar ganda ini tidak hanya terjadi pada PT Lapindo Brantas, tetapi juga pada PT Indah Kiat Pulp and Paper (PT IKPP). PT IKPP Tangerang Mills  yang mendapatkan PROPER Hijau pada 2012 dan  PROPER Biru pada 2011. Di lain sisi, PT IKPP yang beroperasi di  Serang, Banten menimbulkan pencemaran berat pada Sungai Ciujung. Saat ini tengah dilakukan audit lingkungan  terhadap  PT IKPP Serang, Banten dan ditemukan ketidaktaatan PT IKPP Serang terhadap pengelolaan lingkungan diantaranya kinerja Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) I, II, dan III  yang buruk serta alat pada pengolah limbah yang tidak beroperasi3. Masalah PT IKPP Serang diketahui dan ditangani Kementerian Lingkungan Hidup. Ironisnya, hal ini tidak menjadi dasar pertimbangan Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan dan memperbaiki metodologi PROPER.

e. PT Lapindo dan PT IKPP Tangerang Mills, jelas tidak layak mendapatkan PROPER Hijau, begitu pula dengan perusahaan lain yang mendapatkan PROPER Biru, HIjau atau Emas dengan menerapkan standar ganda pada unit-unit bisnis/usahanya.

2. PROTES terhadap proses pelaksanaan PROPER yang tidak transparan
a. Program PROPER bertujuan mendorong peningkatan  kinerja  perusahaan dalam  pengelolaan  lingkungan  melalui  penyebaran  informasi  kinerja  penaatan  perusahaan  dalam pengelolaan lingkungan guna mencapai peningkatan kualitas  lingkungan hidup4.

b. Kami berpendapat bahwa orientasi PROPER saat ini sangat pragmatis dan tidak untuk menyebarkan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat yang paling rentan terkena dampak kegiatan industri. Masyarakat tidak terlibat dalam proses verifikasi, bahkan tidak ada mekanisme  partisipasi masyarakat yang jelas dalam proses penilaian. Padahal ini dibutuhkan untuk mencegah perusahaan peserta PROPER yang dinilai baik akan tetapi di tingkat  lapangan terdapat masalah  dengan  lingkungan dan masyarakat, serta menjadi alat kontrol bagi perusahaan yang menerapkan standar ganda pada unit bisnis yang lain.

c. Tidak ada akses informasi yang disediakan secara pro aktif atas laporan kinerja masing-masing perusahaan peserta PROPER. Masyarakat dan organisasi pemerintah hanya  mendapat informasi laporan peringkat PROPER secara umum saja.

d. Peningkatan kualitas ingkungan hidup tidak akan terjadi apabila akses informasi dan partispasi yang luas dan mutlak tidak diberikan kepada masyarakat.

3. Keberatan terhadap pelaksanaan PROPER yang dilakukan dengan mendasarkan pada kerangka regulasi yang lemah dan tidak komprehensif.

a. Indonesia tidak memiliki peraturan mengenai Pollutant Release Transfer Register (PRTRs) yang harus dipatuhi oleh perusahaan untuk melaporkan polutan yang dihasilkan dan dilepas ke media lingkungan dan.atau diangkut terkait dengan kegiatan operasinya.

b. Indonesia tidak memiliki standar untuk mengontrol emisi PAH (Polycyclic aromatic hydrocarbons) yang di lepaskan ke udara dari kegiatan minyak dan gas bumi, serta pembangkit listrik tenaga batu-bara. Indonesia juga tidak memiliki standar Aox5 untuk limbah Pulp and Paper. Indonesia membiarkan praktek Submarine Tailing Disposal bagi perusahaan tambang sementara di banyak negara praktek ini menuai penolakan dan bahkan tidak mungkin dilakukan di negara maju berdasarkan standar lingkungan mereka.6

c. PROPER ditujukan untuk meningkatkan kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Akan tetapi penilaian ini didasarkan pada kerangka regulasi nasional yang lemah dan tidak komprehensif. Penilaian PROPER seharusnya mulai mempertimbangkan penerapan praktek-praktek terbaik internasional dan standard internasional  khususnya bagi perusahaan internasional dan Multi-National Corporations (MNCs).

4. Kaji ulang total sistem dan pelaksanaan PROPER.
Kami mendesak Kementrian Lingkungan Hidup melakukan kaji ulang yang mendasar dan serius terhadap sistem dan pelaksanaan PROPER serta penghapusan pemberian penghargaan terhadap perusahaan peserta PROPER. Sebab, sudah menjadi KEWAJIBAN bagi perusahaan untuk menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kami mendesak perbaikan indikator penilaian dan kinerja PROPER secara partisipatif yang meliputi: 
a. Adanya mekanisme yang jelas bagi partisipasi masyarakat; 
b. Konsultasi publik atas kinerja peserta PROPER;
c. Pemberian akses informasi terhadap dokumen pendukung PROPER setelah PROPER selesai diumumkan;
d. Perbaikan dan peninjauan  standar lingkungan, seperti penetapan peraturan mengenai baku mutu sedimen laut dan air, pengundangan PRTRs,  dan perbaikan  pengelolaan lingkungan perusahaan secara menyeluruh;
e. Memasukkan dampak sosial perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dalam penilaian sebagai implikasi operasional dan kinerja perusahaan;
f. Tindakan yang tegas bagi perusahaan yang menerapkan standar ganda pada unit bisnis atau anak perusahaan;
g. Penghapusan pemberian penghargaan  pada peserta PROPER dan menjadikan PROPER sebagai salah satu sistem Environmental Compliance History (catatan ketaatan kinerja lingkungan perusahaan) yang dapat diakses oleh  publik;
h. Proses penegakan hukum yang jelas dan tegas baik dalam proses penilaian PROPER dalam hal ditemukan ketidaktaatan.

Jakarta, 21 Desember 2012.
1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
2. HuMa.
3. Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
4. JATAM.
5. WALHI .
6. Kiara.
7. Satu Dunia.
8. BaliFokus.
Kontak Person:
1. Abetnego Tarigan, WALHI.
Jl. Tegal Parang Utara 14, Mampang, Jakarta Selatan.
Kontak: 021- 79193363 .
2. Dyah Paramita, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).
Jl. Dempo II No. 21 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan .
Kontak:  021-7262740.
3. Hendrik Siregar (Beggy), JATAM.
 Jl. Mampang Prapatan II/30 Jakarta Selatan.
Kontak: 085269135520/021-79181683.


  (Sumber: http://indo.jatam.org/saung-pers
21 December 2012.
(Bihis)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar