Senin, 24 September 2012

Lawan Perampasan Tanah dan Ruang Hidup Rakyat !!!.

Jakarta, 24-09-2012.SBY-BOEDIONO REZIM PERAMPAS TANAH RAKYAT,  TIDAK LAKSANAKAN PEMBARUAN AGRARIA SEJATI !!.
Kami dari “Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia”, aliansi dari Organisasi Petani, Buruh, Nelayan, Masyarakat Adat, Perempuan, Pemuda dan Mahasiswa, serta NGO. Pada hari ini,
Senin 24 September 2012 pada peringatan Hari Tani Nasional (HTN) melakukan aksi di Jakarta dari Badan Pertanahan Nasional (BPN-RI)  menuju Istana Negara Republik Indonesia. Serta  21 Provinsi di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.

Hari ini, kami menyatakan bahwa Pemerintahan SBY-Boediono tidak mau menjalankan agenda keadilan sosial kerakyatan yaitu melaksanakan reforma agraria sejati di Indonesia sesuai amanat konstitusi dan UUPA 1960.


Kami Berpandangan:
Bahwa masalah utama agraria (tanah, air, dan kekayaan alam) di Indonesia adalah konsentrasi kepemilikan, penguasaan dan pengusahaan sumber-sumber agraria baik tanah, hutan, tambang dan perairan di tangan segelintir orang dan korporasi besar, di tengah puluhan juta rakyat bertanah sempit bahkan tak bertanah. Ironisnya, ditengah ketimpangan tersebut, perampasan tanah-tanah rakyat masih terus terjadi.

Perampasan tanah tersebut terjadi karena persekongkolan jahat antara Pemerintah, DPR-RI dan Korporasi. Mereka menggunakan kekuasaannya untuk mengesahkan berbagai Undang-Undang seperti: UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No.41/1999 Tentang Kehutanan, UU 18/2004 Tentang Perkebunan, UU No.7/2004 Tentang Sumber Daya Air, UU No. 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 4/2009 Mineral dan Batubara, dan yang terbaru pengesahan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Keseluruhan perundang-undangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa, kesemuanya hanya untuk kepentingan para pemodal.

Cetak biru yang secara vulgar memperlihatkan skema sistematis perampasan tanah dan pelayanan kepada pemodal tersebut Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) yang selalu dijual oleh pemerintah dalam forum kapitalisme global. Salah satunya adalah pada pertemuan APEC KTT APEC 2012 di Vladivostok, Rusia, bulan September ini. SBY membuka pintu lebar-lebar para investor dari 21 negara anggota Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) untuk menanamkan dananya di Indonesia lewat skema public private partnership (PPP).

Berbagai bentuk perampasan tanah skala luas yang sedang berjalan saat ini pada hakekatnya adalah skema dari imperialis dan ditopang oleh kekuatan neoliberal di dalam negeri. Perampasan dalam berbagai bentuk seperti pertambangan skala besar ( minyak, emas, batubara, mineral, pasir besi, panas bumi, dsb), perkebunan skala besar (kelapa sawit) Hutan Tanaman Industri bahkan Hutan Konservasi melalui skema REDD+. Demikian juga dengan Taman Nasional, proyek infrastruktur melalui skema MP3EI (kawasan industri milik imperialis, food estate, benih GMO, jalan tol, bandar udara, waduk, fasilitas militer, dsb), hingga isu green economy melalui berbagai proyek berlabel hijau.

Perampasan tanah berjalan dengan mudah dikarenakan pemerintah pusat dan daerah serta korporasi tidak segan-segan mengerahkan aparat kepolisian dan pam swakarsa untuk membunuh, menembak, menangkap dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya jika ada rakyat yang berani menolak dan melawan perampasan tanah. Kasus yang terjadi di Mesuji dan Bima adalah bukti bahwa Polri tidak segan-segan membunuh rakyat yang menolak perampasan tanah. Hal ini terjadi karena Kepolisian Republik Indonesia (Polri) secara jelas dan terbuka telah menjadi aparat bayaran perusahaan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan. Kasus PT.Freeport  dan Mesuji Sumatera Selatan membuktikan bagaimana polisi telah menjadi aparat bayaran tersebut.
Cara-cara yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-Boediono dalam melakukan perampasan tanah dengan menggunakan perangkat kekerasan negara, mulai dari pembuatan undang-undang yang tidak demokratis hingga pengerahan institusi TNI/polri untuk melayani kepentingan modal asing dan domestik sesungguhnya adalah sama dan sebangun dengan cara-cara Rezim Fasis Orde Baru.
Kami menilai bahwa perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa yang terjadi sekarang ini adalah bentuk nyata dari perampasan kedaulatan rakyat.
Bagi Kami Kaum Tani, Nelayan, Masyarakat Adat, dan Perempuan perampasan tersebut telah membuat kami kehilangan tanah dan kawasan laut yang menjadi sumber keberlanjutan kehidupan.
Bagi Kami Kaum Buruh, perampasan tanah dan kemiskinan petani pedesaan adalah sumber malapetaka politik upah murah dan sistem kerja out sourcing yang menindas kaum buruh selama ini. Sebab politik upah murah dan system kerja out sourcing ini bersandar pada banyaknya pengangguran yang berasal dari proses perampasan tanah. Lebih jauh, perampasan tanah di pedesaan adalah sumber buruh migran yang dijual murah oleh pemerintah keluar negeri tanpa perlindungan.
Melihat kenyataan tersebut, kami berkesimpulan: Bahwa dasar atau fondasi utama dari pelaksanaan sistem ekonomi neoliberal yang tengah dijalankan oleh SBY Boediono adalah Perampasan Tanah atau Kekayaan Alam yang dijalankan dengan cara-cara kekerasan.  Kami berkeyakinan bahwa untuk memulihkan hak-hak rakyat Indonesia yang dirampas tersebut harus segera dilaksanakan Reforma Agraria, Pembaruan Desa demi Keadilan Ekologis.
Pembaruan Agraria adalah penataan ulang atau restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria, untuk kepentingan petani, buruh tani, perempuan dan golongan ekonomi lemah pada umumnya seperti terangkum dalam UUPA 1960 pasal 6,7,9,10,11,12,13,14,15,17. Pembaruan Agraria adalah mengutamakan petani, penggarap, nelayan tradisional, perempuan dan masyarakat golongan ekonomi lemah lainnya untuk mengelola tanah, hutan dan perairan sebagai dasar menuju kesejahteraan dan kedaulatan nasional.
Melalui Aksi ini, kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat menyerukan: Kepada seluruh rakyat Indonesia yang terhimpun dalam organisasi-organisasi gerakan untuk merebut dan menduduki kembali tanah-tanah yang telah dirampas oleh pemerintah dan pengusaha. Kami mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk membentuk organisasi-organisasi perlawanan terhadap segala bentuk perampasan tanah.
Kami juga mengajak kepada para cendikiawan, budayawan, agamawan, professional agar mengutuk keras dan melawan segala bentuk pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara sistematis oleh pemerintah dalam melakukan perampasan tanah. Kami juga menyerukan agar mendukung pemogokan satu juta buruh.
Untuk itu, Kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia menuntut :
  1. Menghentikan Segala Bentuk Perampasan Tanah Rakyat dan Mengembalikan Tanah-Tanah Rakyat yang Dirampas.
  2. Laksanakan Pembaruan Agraria Sejati sesuai dengan Konsitusi 1945 dan UUPA 1960
  3. Tarik TNI/Polri dari konflik Agraria, membebaskan para pejuang rakyat yang ditahan dalam melawan perampasan tanah.
  4. Melakukan Audit Legal dan Sosial Ekonomi terhadap segala Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan, Hak Guna Bangunan (HGB), SK Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Usaha Pertambangan (IUP) baik kepada Swasta dan BUMN yang telah diberikan dan segera mencabutnya untuk kepentingan rakyat.
  5. Membubarkan Perhutani dan memberikan hak yang lebih luas kepada rakyat tani, penduduk desa, dan masyarakat adat dalam mengelola Hutan.
  6. Penegakan Hak Asasi Petani dengan cara mengesahkan RUU Perlindungan Hak Asasi Petani dan RUU Kedaulatan Pangan sesuai tuntutan rakyat tani.
  7. Penegakan Hak Asasi Nelayan Tradisional melalui perlindungan wilayah tangkap nelayan tradisional dengan mengesahkan RUU Perlindungan Nelayan, Menghentikan kebijakan impor ikan dan privatisasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.
  8. Penegakan Hak Asasi Buruh dengan Menghentikan Politik Upah Murah dan Sistem Kerja Kontrak, Out Sourcing dan membangun Industrialisasi Nasional. Bentuk Undang-undang yang menjamin hak-hak Buruh Migran Indonesia dan Keluarganya
  9. Pencabutan sejumlah UU dan PP yang telah mengakibatkan perampasan tanah yaitu : UU No.25/2007 Penanaman Modal, UU 41/1999 Kehutanan, UU 18/2004 Perkebunan, UU 7/2004 Sumber Daya Air, UU 27/2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU 4/2009 Minerba, dan UU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, dan Peraturan Pemerintah No. 72.

Koordinator Umum Aksi:
Agus Ruli Ariansyah/ 087821272339
Juru Bicara Sekber:
  1. Henry Saragih  0811655668
  2. Agustiana 08538576353
  3. Idham Arsyad 081218833127
  4. Rahmat Ajiguna 081288734944
  5. Abet Nego Tarigan 08159416297
  6. Abdon Nababan 0811111365.


    Sumber: http://www.spi.or.id/?p=5569



    (Bihis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar