Sabtu, 28 April 2012

Pemilik Tambang Lempake Sakti.

http://www.korankaltim.co.id Jum'at, 27 April 2012.
SAMARINDA - Aktivitas pertambangan batu bara milik CV Bismillahi Res Kaltim dan Rinda Kaltim Anugerah, berlokasi di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara, yang diprotes masyarakat bermukim di enam RT, yakni RT 13, 14, 15, 16, 42 dan 43 Jalan RA Kartini Desa Sukorejo Kelurahan Lempake pada Rabu hingga
Kamis lalu, dikatakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalim memang tak pernah tersentuh tindakan secara tegas dari Pemkot Samarinda. Padahal kegiatannya telah merusak lahan pertanian dan usaha perikanan milik warga serta saluran drainase menjadi dangkal akibat lumpur yang selalu ikut terbuang disaat hujan.


"Saya kurang mengerti kenapa Pemkot lembek dan tak pernah menindak tegas kegiatan tambang CV Bismillahi Res Kaltim dan Rinda Kaltim Anugerah yang berlokasi di Lempake itu. Padahal dampaknya luar biasa merugikan masyarakat setempat. Sepertinya ada keistimewaan yang diberikan, sehingga menurut hemat Jatam bisa jadi tambang tersebut merupakan punya orang penting di Samarinda atau bahkan di Kaltim," ungkap Dinamisator Jatam Kaltim Kahar Al-Bahri kepada Koran Kaltim, siang kemarin.
Termasuk dengan kalangan DPRD Samarinda yang menurutnya berulangkali meninjau lokasi tambang tersebut, tetapi hasilnya tetap saja belum menyentuh terhadap kepentingan masyarakat yang diinginkan.
"Selama ini selalu rekomendasi saja yang selalu diberikan pada Pemkot oleh DPRD Samarinda setelah melalukan inspeksi mendadak (Sidak). Namun pengawalan pada rekomendasi itu tak pernah dilakukan, sehingga rekomendasi menjadi mandul dan tak memberikan efek apa-apa," paparnya.
Mengingat persoalan dihadapi warga Lempake dengan tambang batu bara sudah berlangsung lama maka Pemkot dan DPRD Samarinda harus menseriusi permasalahan, dengan memanggil kedua perusahaan penambang serta perumahan yang juga beraktivitas tak jauh dari permukiman, untuk dimintai pertanggungjawaban supaya warga tak selalu dirugikan.
"Segera panggil pihak berwenang pada perusahaan Bismillahi Res dan Rinda Kaltim Anugerah serta pengembang Perumahan Bumi Hijau yang kegiatannya turut berdampak kerugian pada masyarakat, untuk diminta pertanggungjawaban dengan waktu ditetapkan. Misal kalau warga meminta polder atau adanya setling pon, harus direspon dengan batas waktu ditetapkan. Jangan permasalahan dibiarkan berlarut lama," terangnya.
Gerakan warga Lempake yang menghentikan dua alat berat milik perusahaan tambang agar tak beraktivitas, merupakan langkah tepat. Sebab Pemkot selama ini terkesan cuek menyelesaikan permasalahan."Saya kira tepat saja warga menyetop dua alat berat milik perusahaan tambang agar tak beroperasi, hingga tuntutan dipenuhi," ujarnya.
Kemudian kata Kahar, pengawasan pertambangan untuk 25 Maret-25 April 2012 dilakukan Pemkot terjadi penurunan. Sebab evaluasi dihasilkan sama sekali tidak menyentuh terhadap akar persoalan, dimana masih banyaknya tambang bermasalah, namun tetap dibiarkan beroperasi dan tidak dicabut Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya.

"Bohong saja jika Pemkot mengatakan tambang di Samarinda mulai membaik dan patuh pada aturan sehingga tak ada IUP yang dicabut. Ukuran tambang itu baik dan patuh pada aturan ketika tak ada lagi masalah atau protes dilakukan warga. Tapi selama ini kan masih banyak warga yang menolak dan resah terhadap keberadaan tambang. Jadi tolak ukur yang dipakai Pemkot itu apa mengatakan tambang sudah baik," pungkasnya. (dme)
+(BIHIS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar