Sabtu, 07 April 2012

HAKIM PTUN Jakarta Melegitimasi Praktek Korporasi Perusak Lingkungan Hidup.

indo.jatam.org 04 April 2012.

Siaran Pers Bersama Koalisi Pulihkan Indonesia
(KIARA, WALHI, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH Jakarta, ELSAM, PIL-Net, ICEL, LBH Masyarakat, dan Gema Alam)

Jakarta, 3 April 2012. Gugatan Tata Usaha Negara yang diajukan oleh WALHI dan Gema Alam NTB yang
didukung oleh Koalisi Pulihkan Indonesia yang terdiri dari KIARA, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH Jakarta, ELSAM, PIL-Net, ICEL dan LBH Masyarakat telah dikalahkan dalam Putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta pada hari ini.


Sebelumnya, WALHI dan Gema Alam NTB sebagai Penggugat I dan II (Para Penggugat) yang didukung oleh Koalisi Pulihkan Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai Pengugat II Intervensi menggugat Menteri Negara Lingkungan Hidup yang telah menerbitkan izin pembuangan tailing (Dumping) kepada PT Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) ke Teluk Senunu di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yang menjadi objek sengketa berupa Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 92 Tahun 2012 tentang Izin Dumping Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) Proyek Batu Hijau yang terbit pada 5 Mei 2011 (KEPMEN).
Gugatan tersebut didaftarkan pada tanggal 29 Juli 2011 dan setelah melalui proses persidangan selama 9 bulan, pada akhirnya putusan telah dibacakan langsung oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Selasa (3/04) pagi.
Majelis Hakim menilai kewenangan menerbitkan ijin dumping mutlak dimiliki oleh Meneg LH. Padahal berdasarkan atas UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur bahwa kewenangan penerbitan izin tidak hanya dimiliki oleh Menteri tetapi juga Gubernur, dan Walikota atau Bupati sesuai kewenangannya. Bahkan dalam UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa kewenangan penerbitan ijin administratif terdapat di bupati atau walikota.
Sonny Keraf,  anggota DPR 2004-2009 sebagai perumus UU no 32 Tahun 2009 Undang-undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup telah nyatakan dalam persidangan 3/1/12 bahwa bahwa UU no 32 Tahun 2009 konsisten terapkan prinsip otonomi daerah. Dengan begitu, Kementerian Lingkungan Hidup tak berwenang keluarkan izin pembuangan limbah ke laut Kabupaten, mengacu pada pasal 61 dan pasal 59 ayat (4) UU no 32 Tahun 2009. Terlebih Bupati Sumbara Barat pada April 2011 telah keluarkan surat penghentian pembuangan limbah ke laut bagi PT. Newmont Nusa Tenggara
Majelis Hakim tidak mempertimbangkan sama sekali mengenai IBSAP (Dokumen Strategi Nasional Keanekaragaman Hayati 2003-2020 - Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan) yang melarang penggunaan teknologi dumping, terhitung  sejak 2004 harus dilarang adanya penggunaan submarine tailing disposal (pembuangan tailing di laut).
Majelis hakim tidak mempertimbangkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh Tergugat/Menteri Lingkungan Hidup dalam menerbitkan Kepmen tersebut. Dalam KEPMEN yang diterbitkan Meneg LH terdapat kesalahan fatal dalam ketidaksesuaian titik koordinat dari lokasi penempatan pipa dumping tailing yang tertera dalam AMDAL dengan titik koordinat yang terdapat dalam KEPMEN. Hakim tidak mempedulikan lokasi pembuangan limbah Newmont yang diijinkan KLH tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam AMDAL. Area atau kordinat yang dalam surat ijin adalah  9°03´ (sembilan derajad, tiga menit), sementara  Amdal yang disetujui menunjukkan pada area/titik 9° 02,39´.
Hakim justru memperhitungkan Proper Hijau yang banyak diraih Newmont. Padahal beragam Lembaga Masayarakt Sipil telah memprotes Proper yang menjadi topeng perusahaan untuk menutupi pengrusakan lingkungan yang telah dilakukan. Majelis Hakim mempertimbangkan verifikasi lapangan yang telah dilakukan Meneg LH hanya pada bulan Maret 2011. Upwelling (fenomena naiknya massa bawah air ke atas, sehingga tailing berpotensi menyebar) yang terjadi pada bulan Agustus-September tidak dipertimbangan oleh Majelis Hakim.
Dalam perkara ini, KLH telah tidak menampakkan diri sebagai lembaga pelindung lingkungan Indonesia, dengan hanya mengetengahkan satu-satunya ahli, yakni Irwandi Arief, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan. Harusnya keterangan yang bersangkutan diabaikan Majelis Hakim dalam aspek lingkungan, sebab kepentingan Irwandi Arief sebagai orang dari lingkaran industri tambang, pastinya lebih memprioritaskan kelangsungan dan optimalisasi produksi tambang. Namun hakim mempertimbangkan keterangannya. Putusan ini menjadi preseden buruk karena membiarkan praktek industri ekstraktif skala besar mencemari laut dengan membuang limbah tailingnya. Padahal praktek ini tidak dilakukan oleh Newmont di Australia dan Selandia Baru, kendati di kedua negara tersebut tambangnya dekat laut.
Hakim PTUN Jakarta telah berpihak kepada korporasi perusak lingkungan. Putusan ini tidak mendorong dipenuhinya asas kehati-hatian dalam operasi tambang skala besar dengan membiarkan praktek pembuangan limbah ke laut yang dilakukan oleh Newmont, yang jika dikalkulasikan setiap harinya akan sebanyak 21 kali sampah kota Jakarta. Koalisi Pulihkan Indonesia akan mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan tersebut. 


Jakarta, 3 April 2012
Hormat kami,
Koalisi Pulihkan Indonesia
A. Marthin Hadiwinata (KIARA) 0856 2500 181
Pius Ginting (WALHI) 0819 3292 5700
Judianto Simanjuntak (Ut Omnes Unum Sint Institute) 0813 8105 5864
Edy Halomoan Gurning (LBH Jakarta) 0815 4882 1282
Hendrik Siregar (JATAM) 0852 6913 5520
Andi Muttaqien (ELSAM) 0812 1996 984
Iki Dulagin (PIL-Net) 0812 8060 1719
Alex Hernowo (LBH Masyarakat) 0877 7569 8737
Lumaksono (ICEL) 0815 9086 006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar