Sabtu, 21 April 2012

SELAMATKAN HUTAN DAIRI !!!

indo.jatam.org 16 April 2012.

Oleh : Lily Rusna Fajriah (Relawan JATAM)
Lunturnya Sebuah Tradisi.
“ Selamatkan Hutan Dairi !!! “ singkat namun mampu mewakili keinginan seluruh masyarakat Dusun Lae Maromas di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Hal tersebut diungkapkan oleh
Anward Nababan, seorang relawan RALC JATAM yang berasal dari Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih (PDPK) Dairi. Tradisi masyarakat Dairi yang menganggap hutan sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka membuatnya tidak sembarangan melakukan aktivitas di dalam hutan. Ada aturan bersama yang telah disepakati dan harus dipatuhi ketika akan melakukan aktivitas di dalam hutan.


Kepercayaan masyarakat Dairi terhadap adanya para roh leluhur di dalam hutan juga menjadi alasan mengapa hutan dianggap sacral dan perlu untuk dilindungi. Hutan tidak hanya menjadi sumber perekonomian, namun ada fungsi budaya yang sudah tertanam sejak nenek moyang. Pemilik Hak Ulayat Tanah atau kelompok marga yang pertama kali bermukim di daerah tersebut dijadikannya sebagai Raja (penghulu) dan dialah yang menjadi penentu lokasi yang boleh dijadikan tempat berladang.
Anward menambahkan, “Kalau mau mengambil hasil hutan atau berladang harus ada permisi dulu. Ada ritualnya dengan membawa satu ekor kambing ukuran besar, tepung beras, dan ayam yang kemudian dimasukkan kedalam tandok terus diantar ke hutan. Setelah diantar ke hutan, bawaan tersebut sudah menjadi milik penghuni hutan itu. “. 
Kearifan lokal yang ada dalam tradisi masyarakat Dairi seperti ini tertanam dan dijunjung tinggi sebagai sebuah kepercayaan agama tradisional pada periode sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Pengelolaan hutan dalam fungsi ekonomis dan fungsi budaya berjalan dengan baik oleh karena itu keseimbangan lingkungan pun tetap terpelihara dengan baik.
Namun seiring diperolehnya kemerdekaan oleh Indonesia dan gencarnya pembangunan yang dilakukan menjadikan tradisi ini semakin memudar. Pengakuan terhadap Hak Ulayat Tanah pun ikut memudar dan menjadikan persepsi masyarakat terhadap hutan berubah. Fungsi ekonomis yang kini lebih dominan, terlebih ketika dikeluarkannya izin HPH kepada para pengusaha. Eksploitasi besar – besaran tidak terbendung, masyarakat kehilangan kontrol sama sekali terhadap hutan dan tidak dapat melakukan apa – apa untuk melindungi hutan seperti yang telah dilakukan selama ini, sebagian justru lebih memilih bekerja untuk pengusaha – pengusaha tersebut.
Semakin Hilang Ketika Tambang Datang 
Kisruh soal lunturnya sebuah tradisi turun temurun masyarakat Dairi kentara dirasakan oleh warga Dusun Lae Maromas, Kabupaten Dairi sejak kedatangan PT Dairi Prima Mineral (PT DPM) yang mencoba mengeruk keuntungan dari potensi alam yang ada di daerah tersebut.
Kabupaten Dairi yang menjadi salah satu kawasan Ekosistem Leuser menjadi incaran anak perusahaan pertambangan Bumi Resources tersebut dengan targetan utama pertambangannya adalah Seng dan Timah. Selain PT Dairi Prima Mineral, beberapa warga Dusun Lae Maromas ada pula yang memanfaatkan hasil hutan dengan mengambil batu timah secara illegal yang kemudian akan dijual kepada investor. 
“ Kami melihat tambang di daerah lain banyak merugikan masyarakat, yang mematikan dan menghilangkan sumber ekonomi masyarakat. Sudah banyak masyarakat yang menjual tanah hanya dengan harga Rp. 17.500 per meter. Dari situ niat awal kami mengapa ingin membantu warga Lae Maromas. Mendampingi masyarakat agar tidak gampang dibodoh-bodohi oleh penambang itu. “ ungkap Anward, saat ditanya soal keinginannya bersama PDPK untuk mendampingi warga Dusun Lae Maromas menghadapi para penambang.
PT Dairi Prima Mineral hadir sejak tahun 1998 diawali dengan tahapan eksplorasi melalui kegiatan survey tentang kandungan yang terdapat di semua hutan di Dairi termasuk hutan lindung dan hutan produksi. Kemudian di tahun 2003 perusahaan tersebut sudah membuat tapak – tapak bor di wilayah Dairi. Sekitar tahun 2007 kegiatan pemboran dihentikan. Namun selang satu tahun kemudian di tahun 2008 perusahaan pertambangan itu kembali melanjutkan kegiatannya di Gunung Payung dan Gunung Pantar. 
Tahun 2010, kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Dairi Prima Mineral memakan korban. Dilaporkan 12 orang meninggal dan sekitar bulan Juni 2011 korban bertambah, 4 orang meninggal dan 14 orang lainnya sekarat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih, gejala yang timbul hampir sama yaitu mual, kram, demam, dan keringat berlebih.
Berita soal meninggalnya masyarakat Dairi yang mendadak itu tidak mendapatkan tanggapan serius dari Pemerintah daerah Kabupaten Dairi. Mereka justru mengatakan akan mengurbanisasikan masyarakat Dairi ke tempat lain jika menganggap kehadiran PT Dairi Prima Mineral itu membawa dampak yang tidak baik bagi masyarakat. 
“ Pemerintah bodoh dan tidak bertanggung jawab mengatakan hal itu. Sekda tidak memikirkan lagi apa yang mau dikatakan. Warga sudah lama tinggal di Lae Maromas, hidup disana dan bermata pencaharian dari tanah Lae Maromas, itu juga yang menjadi alasan kenapa kita mau membantu mereka. Mempertahankan hak mereka terhadap tanah Lae Maromas “ tegas Anward menanggapi ketidakpedulian pemerintah setempat.
Walaupun baru hadir pada tahun 2008 ketika eksploitasi yang dilakukan oleh PT Dairi Prima Mineral sudah terjadi, namun Anward mengungkapkan bahwa dirinya dan Persekutuan Diakonia Pelangi Kasih tetap akan membantu masyarakat Dairi khususnya Dusun Lae Maromas untuk merampas hak mereka dari keserakahan para pengusaha tambang. (ly)
Sumber :
1. Dewan Koordinator INSUFA. 2012. Antologi Para Pemberdaya. 2012. Surakarta. Yakkum Press.
2. Iskandar Sembiring dkk. 2004. Kearifan Tradisional Perlindungan Hutan di Kabupaten Dairi. Medan. Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
3. Wawancara oleh Anward Damaris Nababan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar