Selasa, 27 Maret 2012

WALHI dan Jatam Khawatirkan Dampak Lingkungan Teknologi Chevron.

http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/ Monday, 26 March 2012.

Jakarta (26 Maret 2012) Produksi minyak Indonesia sebanyak 40 persen berasal dari blok minyak yang dikuasai Chevron di Provinsi Riau. Produksi minyak ini mencapai 350.000 barel per hari. Dengan teknologi injeksi bahan kimia, perusahaan tersebut menargetkan terjadi kenaikan produksi maksimal 850.000 barel per hari. Chevron memulai teknologi injeksi bahan kimia ke dalam tanah pada tahun 2012 untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak.


WALHI dan JATAM mengkhawatirkan dampak lingkungan dari teknologi injeksi bahan kimia  yang digunakan Chevron. Teknologi injeksi bahan kimia ini beresiko menimbulkan pencemaran air tanah di akuifer  setempat. Terlebih bahan radioaktif bisanya dipakai dalam mendeteksi rekahan yang timbul dari bahan yang diinjeksikan.

BP Migas, Kementerian Lingkungan Hidup menyetujui teknologi injeksi bahan kimia ini.

WALHI dan JATAM mendesak kepada KLH, BP Migas, dan Chevron untuk mengungkapkan kepada publik jumlah bahan kimia yang diinjeksikan, jenis bahan kimia yang dipakai, resiko yang ditimbulkan dan peringatan antisipasi yang diberikan kepada masyarakat yang berpotensi terdampak. Khususnya mereka yang mengkonsumsi air dari sistem air tanah dari lokasi sekitar ladang migas Chevron di Riau.

WALHI dan JATAM juga mendesak agar KLH melakukan pemantuan langsung dalam pengambilan sampel air tanah di titik-titik monitor, tidak hanya mengandalkan laporan periodik Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) perusahaan.

Di Amerika Serikat, negeri asal Chevron, teknologi injeksi bahan kimia dan air (hidraulic fracturing) sedang mengalami kontroversi. Setelah perusahaan lama membantah adanya dampak pencemaran lingkungan dari teknologi tersebut, pada Desember 2011, Badan Perlindungan Linkungan (EPA) Amerika Serikat akhirnya menyimpulkan bahwa bahan-bahan  kimia yang dipakai dalam (hidraulic fracting) di lembah terpencil di Wyoming adalah tampaknya enyebabkan pencemaran terhadap persediaan air masyarakat lokal setempat.  Dari analisis uji air yang diambil dari sumur monitor akuifer setempat, EPA menemukan bahan kimia sintesis dan cairandari hydraulic fracturing, serta konsentrasi  benzene diatas baku mutuFederal Safe Drinking Water Act standar di AS.

Kontak media:

Pius Ginting, Pengkampanye Tambang dan Energi WALHI,081932925700
Harris Balubun, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang), 081287692113.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar