11/ 09/ 2012.
Ketentraman dan
kenyamanan warga desa Sukadamai Baru Sungai Lilin Musi Banyuasin (Muba)
Sumatera Selatan, terancam dengan kehadiran PT. Tigadaya Minergi (TDM). PT.
TDM, perusahaan yang dipimpin oleh pasangan suami istri Musjwirah Yusuf Kalla –
putri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla – dan Langlang Wilangkoro, mendapatkan
izin menambang seluas 10.010 hektar.
Warga resah dengan upaya-upaya perusahaan
memaksakan kehendaknya beroperasi. Intimidasi melalui kaki tangan perusahaan
maupun dengan mobilisasi aparat Kepolisian dan TNI sering ditemui warga.
Desa Sukadamai Baru, dahulunya dikenal dengan B5, hasil program
transmigrasi pemerintah pada 1981. Sebagian besar warga berusaha menanam Sawit
dan Karet. Penghasilan yang diperoleh rata-rata tiap bulan Rp. 4-5 juta.
Rencana lokasi penambangan PT. TDM, berdampingan dengan
pemukiman warga. Ironisnya, warga dianggap berdomisili dilahan sengketa,
padahal 500 KK yang sejak semula tinggal disana dalam program transmigrasi,
telah memiliki sertifikat lahan yang syah. Mereka pun diancam oleh
makelar-makelar tanah, jika tidak mau melepaskan maka warga harus membayar
harga sebaliknya sebanyak Rp.60 juta sesuai nilai ganti rugi yang ditawarkan
atau diajukan ke pengadilan.
Warga desa Suka Damai Baru tidak begitu saja mau menerima
kehadiran PT. TDM. Namun, penolakan warga disikapi dengan upaya-upaya
intimidasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mencari untung dan juga oleh
aparat keamanan. Bahkan, beberapa warga diperiksa Kepolisian karena dituduh
provokasi dan melanggar hukum.
Justru keberadaan PT. TDM harusnya dinyatakan melanggar hukum.
IUP PT. TDM diberikan Bupati Muba pada Agustus 2009, padahal UU No.4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disyahkan Desember 2009. Selain itu,
persetujuan kelayakan AMDAL yang diberikan Bupati Muba melalui keputusan No.
0678 tahun 2010 tanggal 11 Juni 2010 adalah cacat hukum, persetujuan itu
harusnya dikeluarkan oleh Gubernur karena masih menggunakan PP 27 tahun 1999
tentang AMDAL, bukan PP 27 tahun 2012 yang memang memberikan kewenangan bagi
Bupati. Bahkan, hingga 30 Mei 2012, berdasarkan pengumuman Dirjen Minerba,
tidak masuk kategori Clean & Clear.
Jika peraturan-peraturan di negara ini saja dengan mudah
diterabas oleh PT. TDM, maka tidak heran hak masyarakat pun akan diabaikan.
“Membiarkan PT. TDM beroperasi, berarti pemerintah buta dan tuli, akan
terjadinya perampasan lahan dan hak yang mengancaman keselamatan warga. Ini
menegaskan Negara lebih menghargai perusahaan ketimbang pilihan rakyatnya”
tegas Andrie S Wijaya, Koordinator JATAM.
Mualimin, Ketua Lembaga Pembelaan Keadilan Kesejahteraan
Masyarakat (LENTERA) selaku pendamping sekaligus kuasa hukum warga menyatakan,
“Saat ini, di Sumatera Selatan mudah dan sudah banyak sekali terjadi tindak
kekerasan dan pertikaian yang mengakibatkan korban jiwa dalam konflik antara
pihak perusahaan dan masyarakat. Amat disayangkan jika pemerintah daerah
memaksakan PT. TDM beroperasi dengan meminggirkan hak-hak masyarakat, kami
meminta agar aparat keamanan menghentikan keberpihakan kepada perusahaan,
karena ini jelas akan menimbulkan trauma tersendiri bagi masyarakat sekaligus
berpotensi memiskinkan mereka”.
“Kami hanya ingin, kegiatan kami yang telah bertahun-tahun tetap
berlangsung, tanpa khawatir lingkungan kami rusak, tercemar dan saling
bertikai. Kami tak akan mundur
menyerahkan hak kami kepada perusahaan tambang PT. TDM” Ujar Muliarto,
warga desa Sukadamai Baru.
Kontak;
Andrie S Wijaya (08129459623)
Mulaimin (081367444310)
Muliarto (081381126742)
Indra Firmansyah (085268665354).
Sumber: http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/ 07 September 2012.
Sumber: http://indo.jatam.org/saung-pers/siaran-pers/ 07 September 2012.
( Bihis )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar