13/ 09/ 2012.
Jakarta, - Ribuan hektar lahan produktif pertanian
pangan diubah menjadi lahan tambang. Konversi itu sangat mudah meski
sebenarnya bertolak belakang dengan target pemerintah mencapai
swasembada pangan tahun 2014.
Penggunaan lahan pertanian untuk areal tambang itu terjadi di seluruh
Indonesia. Jika dibiarkan terus, kedaulatan pangan dikhawatirkan jauh
dari tercapai.
”Pertambangan bukan pilihan ekonomi berkelanjutan. Pemerintah daerah
dan pusat tak konsisten menjalankan target menuju swasembada pangan
dengan mengizinkan lahan demi lahan pertanian produktif dibongkar untuk
aktivitas pertambangan,” kata Pius Ginting, Manajer Kampanye Tambang dan
Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia,WALHI Senin (10/9), di
Jakarta.
Salah satu penyebabnya disinyalir terkait otonomi daerah yang memberi
kewenangan kepala daerah menerbitkan izin- izin usaha pertambangan.
Dengan dalih memburu pemasukan bagi daerah, izin-izin dengan mudah
diterbitkan.
Di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, misalnya, setidaknya 548
hektar areal sawah dikonversi jadi tambang emas. Di Kabupaten Pasaman
Barat, 11.000 hektar lahan pertanian terancam pertambangan, sedangkan di
Kabupaten Dharmasraya sekitar 22.500 hektar lahan akan dikonversi.
Selain itu, di Nusa Tenggara Timur, ribuan tambang mangan menempati
kebun-kebun jagung warga. Di Maluku Utara, tambang nikel membongkar
hutan-hutan sagu masyarakat.
Secara terpisah, Manajer Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menambahkan, lahan pertanian,
terutama sawah, makin terdesak lahan industri, permukiman, dan
perkebunan. Selain areal berkurang, dampak limbah industri juga
mencemari perairan dan meracuni areal sawah.
Atas fakta-fakta itu, masyarakat sipil pesimistis target Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tercapai, yakni menjadikan beras sebagai salah
satu penanda keberhasilan kepemimpinannya pada akhir 2014 dengan surplus
10 juta ton beras.
Berdasarkan data KRKP, setiap tahun sekitar 110.000 hektar sawah
beralih fungsi. Sementara target pencetakan sawah baru tak sesuai
rencana. Saat ini, luas sawah baru masih di bawah sawah yang terkonversi
setiap tahun.
Revisi target.
Melihat fakta inkonsistensi antara visi dan misi di lapangan, menurut
Said, masyarakat sipil tidak heran dengan revisi target pencapaian
produksi beras. Target produksi padi tahun 2012 sebanyak 74 juta ton
gabah kering giling (GKG) atau setara 41,4 juta ton beras. Tahun 2013
sebesar 77,7 juta ton GKG atau setara 43,51 juta ton beras, sedangkan
tahun 2014 produksi beras ditargetkan 81,6 juta ton GKG atau setara 45,6
juta ton beras.
Target-target itu direvisi menjadi 67,824 juta ton GKG atau setara
37,98 juta ton beras pada 2012. Tahun 2013 direvisi menjadi 72,063 juta
ton GKG atau setara 40,35 juta ton beras, dan pada 2014 sebesar 76,567
juta ton GKG atau setara 42,87 juta ton beras. (ICH).
( Bihis )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar