indo.jatam.org/saung-pers 02 May 2012.
“Gerakan Rakyat Melawan Rezim SBY-Budiono
Boneka Imperialis AS. Tolak Kenaikan Harga BBM-Naikkan Upah -
Turunkan dan Kontrol Harga-harga Kebutuhan Pokok- Laksanakan Reforma
Agraria Sejati dan Bangun Industrialsiasi Nasional untuk Rakyat”.
Salam
Demokrasi !!
Sebagai penghormatan terhadap perjuangan
buruh, 1 Mei dijadikan sebagai hari libur nasional, pada 1946 lalu. Soeharto
mencoba mengharamkan peringatan hari buruh dan memaksakan 20 Februari sebagai hari pekerja.
Kampanye anti hari buruh oleh Soeharto seturut dengan
propaganda Amerika Serikat untuk menghancurkan kekuatan demokrasi di dunia.
Sejak 1998 lalu, Hari Buruh Sedunia kembali
diperingati. Memperingati, bukan merayakan! Memperingati bahwa hak-hak
demokratis buruh masih dan sedang dirampas oleh kapitalis
monopoli dunia melalui rezim Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. SBY-Boediono memiliki
watak tidak jauh berbeda dengan Soeharto, bahkan lebih bengis. SBY-Boediono
melalui aparat negara dan berbagai instrumen hukum merampas hak-hak dasar
buruh, buruh-perempuan, kaum tani, pelajar-pemuda, kaum miskin perkotaan dan
pekerja sosial.
Bagaimana SBY-Boediono merampas hak-hak dasar rakyat?
1. Seperti diketahui, rezim SBY-Boediono memberikan berbagai kemudahan untuk
investor asing. Di antaranya, dukungan dana untuk membangun infrastruktur dalam
proyek Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan pemberian
insentif pengurangan pajak penghasilan (tax
holiday) dan fasilitas pembebasan atau pengurangan
pajak penghasilan badan. SBY-Boediono mengambil tindakan di atas untuk
membantu pemilik kapital raksasa dari ambang kehancuran. Selama 2011 saja
anggaran Amerika Serikat (AS) terus defisit hingga mencapai 8,6 persen dari PDB
(Produk Domestik Bruto) dan rasio utangnya mencapai 90 persen. Sementara Uni
Eropa (UE) mengalami defisit anggaran rata-rata sebesar 6,4 persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang sebesar 80 persen. Peringkat investasi (investment grade) di negara maju kian
buram. Mereka melakukan konsolidasi fiskal dengan cara memangkas anggaran
publik, menambah pinjaman dan mencari pasar baru.
Sebagai
salah satu upayanya, Imperialisme (Kapitalisme monopoli) mengajak (Mengkonsolidasikan)
negara-negara
lain untuk “berpartisipasi” dalam menyelesaikan krisis yang
dialaminya.
Forum-forum tingkat internasional dan regional seperti G-20, KTT APEC dan KTT
ASEAN, mengindikasikan kepentingan tersebut. G-20 telah memperbincangkan instabilitas pasar
finansial dan mekanisme ‘gotong royong’ dalam menanggung krisis, KTT APEC
memutuskan tentang penghilangan hambatan tarif perdagangan antar negara, mendorong perekonomian ‘ramah lingkungan’
(monetisasi alam), penghapusan subsidi bahan bakar minyak, dan penguatan
perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik. Keputusan di atas dikongkretkan dalam hasil pertemuan
regional KTT Asia Timur, KTT ASEAN ke-19, dan pertemuan
ASEAN +3
(Jepang, China dan Korea Selatan) di
Nusa Dua Bali pada November
2011.
2. Kapitalis Monopoli mendapatkan berbagai kemudahan dalam menjalankan seluruh skema penghisapannya
didalam negeri, sementara Indonesia dijadikan barang loakan untuk pasar-pasar negara
maju, tanahnya dirampas untuk membangun pabrik-pabrik usaha multinasional serta ekspansi perkebunan
skala besar dan warganya menganggur dan menjadi sasaran tenaga kerja murah yang siap diperjualkan baik
didalam maupun luar negeri melalui berbagai lembaga outsourcing dan yayasan
penyalur tenaga kerja atau PJTKI. Pasalnya, lebih dari 50 persen buruh di Indonesia berpendidikan rendah
dan tidak terampil, selain karena tidak berkualitas juga sulit
dijangkau karena mahalnya biaya pendidikan. Sementara anggaran negara dihabiskan untuk membayar
hutang dan membiayai birokrasi.
3. Sejak 10 tahun terakhir kenaikan upah buruh tidak
lebih dari 10 persen. Upah yang diterima buruh hanya cukup untuk menutupi
kebutuhan selama tiga minggu. Di kalangan buruh tani dan buruh bangunan, upah
buruh hanya cukup dua minggu. Segenap buruh di seluruh sektor yang tersedia
tidak memiliki kepastian pendapatan dan kepastian kerja. Sebabnya, SBY-Boediono
menjalankan politik liberalisasi pasar yang membiarkan harga ditentukan oleh
pedagang besar dan mekanisme moneter. Selain itu, liberalisasi pun dijalankan dalam kesempatan
kerja dalam bentuk praktik buruh kontrak dan alih daya (outsourcing). Politik upah murah dilanggengkan melalui Peraturan
Menteri Nomor 17 Tahun 2005. Dan, politik perbudakan modern dilanggengkan
melalui Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
4.
Perbudakan modern dilakukan pula dengan mengirimkan tenaga kerja keluar negeri (BMI). Dari buruh migran, SBY-Boediono merampas remitansi buruh. Per
Oktober 2010 remitansi buruh migran mencapai 7,135 miliar dollar AS atau
sekitar 1,3 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB), lebih besar dari bantuan
pembangunan negara asing yang hanya 1,2 miliar dollar AS. Buruh migran adalah
penyumbang terbesar kedua setelah minyak dan gas. Menjadi buruh migran di luar
negeri merupakan cerminan ketidakmampuan negara menyediakan lapangan kerja
sekaligus memenuhi pendidikan yang berkualitas.
Melalui skema politik upah murah yang dijalankan oleh
pemerintah saat ini, Buruh migrant-pun tidak terhindarkan dari perampasan upah.
Terhadap Buruh migrant, pemerintah melakukan perampsan upah melalui biaya
penempatan yang tinggi (Overcharging) yang harus ditanggung oleh BMI, Asuransi
hingga tabungan wajib yang samasekali tidak dipahami oleh BMI kedudukan dan
fungsinya. Buruh
migran dihadapkan dengan berbagai problem sejak
keberangkatan, selama keberangkatan, selama bekerja hingga kepulangan.
Karenanya, tidak heran jika selama ini banyak BMI yang pulang tanpa
penghasilan, pulang dengan luka bahkan tidak sedikit yang pulang tinggal nama
(Meninggal) akibat kekerasan yang dialami ditempat kerja. Terbunuhnya,
3 (tiga) TKI di Malaysia
baru-baru ini merupakan bukti bahwa rezim SBY-Boediono tidak memiliki tanggung
jawab terhadap tenaga kerjanya. Sementara itu,
Pemerintah tetap menargetkan pengiriman tenaga kerja keluar Negeri mencapai
minimal 1-2 juta pertahun.
Diberangusnya hak-hak
berorganisasi di kalangan buruh dan dikriminalkannya kaum tani dan buruh
merupakan pintu masuk untuk merampas upah dan tanah. Perampasan upah, tanah dan, kesempatan
kerja merupakan startegi kapitalis monopoli dunia mempertahankan dirinya dari
ambang kehancuran.
Atas dasar pertimbangan
di atas, kami Front Perjuangan Rakyat
(FPR), yang terdiri dari organisasi buruh, tani, pelajar-pemuda, perempuan,
organisasi sosial, dan individu menyatakan, tidak rela menyumbangkan upah,
tanah dan hak-hak dasar kami dikorbankan untuk membantu kapitalis monopoli
dunia yang sedang krisis, “Lawan Perampasan Upah, Tolak penaikan Harga BBM- Turunkan dan Kontrol Harga-harga Kebutuhan Pokok-Laksanakan Reforma Agraria Sejati dan Bangun Industrialsiasi Nasional
untuk Rakyat”. Dan
untuk itu pula dalam momentum peringatan hari buruh sedunia (May Day) 1 Mei
2012 Front Perjuangan Rakyat (FPR) Menuntut:
1. Naikkan upah buruh dan Hentikakan seluruh skema politik
upah murah serta Cabut Permen 17/2005; Kepmen 231/2003 dan Permen 1/1999.
2. Hapuskan
system kerja kontrak dan Outsourching.
3. Berikan Jaminan kebebasan berserikat dan Hentikan
Pemberangusan serikat dalam berbagai bentuk.
4. Sediakan Lapangan pekerjaan bagi Pemuda dan seluruh
rakyat Indonesia
5. Tolak Kenaikan
Harga BBM dan Turunkan serta Kontrol harga-harga kebutuhan pokok rakyat.
6. Cabut UU Migas no. 22/2001, UU no. 11/1967 dan UU
Penanaman Modal no. 25/2007 yang
mengabdi pada imperialis.
7. Berikan Perlindungan Sejati bagi Buruh Migrant dan
keluarganya.
8. Cabut UU 39/2004 dan segera bentuk undang-undang yang
berpihak pada BMI dan Keluarganya.
9. Hentikan
Komersialisasi pendidikan dan Tolak RUU PT.
10. Hentikan Perampasan dan Penggusuran Tanah rakyat.
11. Menolak dan
Hentikan Privatisasi asset-aset Negara terutama BUMN dalam bentuk apapun.
12.
Menuntut adanya Jaminan Sosial bagi kaum buruh dan
seluruh rakyat yang di tanggung sepenuhnya oleh Negara;
13.
Menuntut dihentikannya praktek
diskriminasi dan eksploitasi terhadap perempuan serta perdagangan anak dan perempuan;
14. Hentikan
Kekerasan -Kriminalisasi- segala bentuk intimidasi dan teror terhadap Rakyat dan Bebaskan tanpa syarat kaum tani dan rakyat lainnya yang
ditahan karena berjuang menuntut hak-hak
sosial-ekonomi dan hak-hak sipil demokratisnya.
15. Laksanakan
Reforma Agraria Sejati dan Bangun segera Industrialisasi Nasional untuk Rakyat.
16.
Hentikan Korupsi. Tangkap, Adili dan Sita Seluruh Harta Para Koruptor.
17. Jadikan 1 Mei
sebagai hari buruh dan Libur Nasional
Demikian pernyataan sikap ini kami buat
dan sampaikan untuk menjadi perhatian pihak-pihak terkait terutama pemerintahan
rezim SBY-Budiono untuk segera memenuhi tuntutaan-tuntutan rakyat. Melalui ini
juga kami dari Front Perjuangan Rakyat Indonesia (FPR) menyampaikan SELAMAT
Hari Buruh Internasional (MayDay) 1 Mei 2012. Bangkitakan-Organisasikan dan
Gerakan massa rakyat seluas-luasnya. Gelorakan terus perjuangan massa hingga
kemenangan ada di tangan rakyat.
Jayalah Perjuangan Rakyat
!!
Hidup
Kaum Buruh Indonesia!!
Hidup
Rakyat Indonesia!!
Lawan Seluruh Kebijakan
Pemerintah SBY yang Anti-Rakyat!
Jakarta 1 Mei
2012
Hormat kami
FRONT PERJUANGAN RAKYAT (FPR)
Gabungan
Serikat Buruh Independen (GSBI);
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI);
Indonesia Migrant Worker’s Union (IMWU);
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 92 (SBSI
92); Serikat Buruh Bangkit (SBB);
Front Mahasiswa Nasional (FMN);
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII);
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI); Kesatuan Mahasiswa
Hindu Darma Indonesia (KMHDI); BEM-FH
SatyaGama Jakarta Barat; Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia (HIKMAHBUDI); Aliansi Gerakan Reforma
Agraria (AGRA); Serikat Petani
Karawang (SEPETAK); Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK);
Gerakan Rakyat Indonesia (GRI);
Komite Ruang Kreatif Pemuda (KRKP);
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM); Urban Poor Concorcium (UPC); Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS); Liga Pemuda Bekasi (LPB); Forum Mahasiswa Pemuda Daerah (FORMADDA); Aliansi Mahasiswa Papua (AMP); Migrant Care (MC); Solidaritas Perempuan (SP); Serikat Perempuan Indonesia (SPI); ARUS PELANGI; The Institute
For National and Democratic Studies (INDIES).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar