http://www.korankaltim.co.id Jum'at, 27 April 2012.
SAMARINDA - Aktivitas pertambangan batu bara milik
CV Bismillahi Res Kaltim dan Rinda Kaltim Anugerah, berlokasi di
Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara, yang diprotes masyarakat
bermukim di enam RT, yakni RT 13, 14, 15, 16, 42 dan 43 Jalan RA Kartini
Desa Sukorejo Kelurahan Lempake pada Rabu hingga
Kamis lalu, dikatakan
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalim memang tak pernah tersentuh
tindakan secara tegas dari Pemkot Samarinda. Padahal kegiatannya telah
merusak lahan pertanian dan usaha perikanan milik warga serta saluran
drainase menjadi dangkal akibat lumpur yang selalu ikut terbuang disaat
hujan.
"Saya kurang mengerti kenapa Pemkot lembek dan tak pernah menindak
tegas kegiatan tambang CV Bismillahi Res Kaltim dan Rinda Kaltim
Anugerah yang berlokasi di Lempake itu. Padahal dampaknya luar biasa
merugikan masyarakat setempat. Sepertinya ada keistimewaan yang
diberikan, sehingga menurut hemat Jatam bisa jadi tambang tersebut
merupakan punya orang penting di Samarinda atau bahkan di Kaltim,"
ungkap Dinamisator Jatam Kaltim Kahar Al-Bahri kepada Koran Kaltim,
siang kemarin.
Termasuk dengan kalangan DPRD Samarinda yang menurutnya berulangkali
meninjau lokasi tambang tersebut, tetapi hasilnya tetap saja belum
menyentuh terhadap kepentingan masyarakat yang diinginkan.
"Selama ini selalu rekomendasi saja yang selalu diberikan pada Pemkot
oleh DPRD Samarinda setelah melalukan inspeksi mendadak (Sidak). Namun
pengawalan pada rekomendasi itu tak pernah dilakukan, sehingga
rekomendasi menjadi mandul dan tak memberikan efek apa-apa," paparnya.
Mengingat persoalan dihadapi warga Lempake dengan tambang batu bara
sudah berlangsung lama maka Pemkot dan DPRD Samarinda harus menseriusi
permasalahan, dengan memanggil kedua perusahaan penambang serta
perumahan yang juga beraktivitas tak jauh dari permukiman, untuk
dimintai pertanggungjawaban supaya warga tak selalu dirugikan.
"Segera panggil pihak berwenang pada perusahaan Bismillahi Res dan
Rinda Kaltim Anugerah serta pengembang Perumahan Bumi Hijau yang
kegiatannya turut berdampak kerugian pada masyarakat, untuk diminta
pertanggungjawaban dengan waktu ditetapkan. Misal kalau warga meminta
polder atau adanya setling pon, harus direspon dengan batas waktu
ditetapkan. Jangan permasalahan dibiarkan berlarut lama," terangnya.
Gerakan warga Lempake yang menghentikan dua alat berat milik
perusahaan tambang agar tak beraktivitas, merupakan langkah tepat. Sebab
Pemkot selama ini terkesan cuek menyelesaikan permasalahan."Saya kira
tepat saja warga menyetop dua alat berat milik perusahaan tambang agar
tak beroperasi, hingga tuntutan dipenuhi," ujarnya.
Kemudian kata Kahar, pengawasan pertambangan untuk 25 Maret-25 April
2012 dilakukan Pemkot terjadi penurunan. Sebab evaluasi dihasilkan sama
sekali tidak menyentuh terhadap akar persoalan, dimana masih banyaknya
tambang bermasalah, namun tetap dibiarkan beroperasi dan tidak dicabut
Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya.
"Bohong saja jika Pemkot mengatakan tambang di Samarinda mulai membaik dan patuh pada aturan sehingga tak ada IUP yang dicabut. Ukuran tambang itu baik dan patuh pada aturan ketika tak ada lagi masalah atau protes dilakukan warga. Tapi selama ini kan masih banyak warga yang menolak dan resah terhadap keberadaan tambang. Jadi tolak ukur yang dipakai Pemkot itu apa mengatakan tambang sudah baik," pungkasnya. (dme)
+(BIHIS)
"Bohong saja jika Pemkot mengatakan tambang di Samarinda mulai membaik dan patuh pada aturan sehingga tak ada IUP yang dicabut. Ukuran tambang itu baik dan patuh pada aturan ketika tak ada lagi masalah atau protes dilakukan warga. Tapi selama ini kan masih banyak warga yang menolak dan resah terhadap keberadaan tambang. Jadi tolak ukur yang dipakai Pemkot itu apa mengatakan tambang sudah baik," pungkasnya. (dme)
+(BIHIS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar