Siaran Pers Bersama Koalisi Pulihkan Indonesia
(KIARA, WALHI, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH Jakarta, ELSAM,
PIL-Net, ICEL, LBH Masyarakat, dan Gema Alam)
Jakarta, 3 April 2012. Gugatan Tata Usaha Negara
yang diajukan oleh WALHI dan Gema Alam NTB yang
didukung oleh Koalisi Pulihkan
Indonesia yang terdiri dari KIARA, Ut Omnes Unum Sint Institute, JATAM, LBH
Jakarta, ELSAM, PIL-Net, ICEL dan LBH Masyarakat telah dikalahkan dalam Putusan
yang dibacakan oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta pada hari ini.
Sebelumnya, WALHI dan Gema Alam NTB sebagai Penggugat I dan II (Para Penggugat)
yang didukung oleh Koalisi Pulihkan Indonesia bersama Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat sebagai Pengugat II Intervensi menggugat Menteri Negara
Lingkungan Hidup yang telah menerbitkan izin pembuangan tailing (Dumping)
kepada PT Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) ke Teluk Senunu di Kabupaten Sumbawa
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Yang menjadi objek sengketa berupa
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 92 Tahun 2012 tentang Izin Dumping
Tailing di Dasar Laut PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) Proyek Batu Hijau
yang terbit pada 5 Mei 2011 (KEPMEN).
Gugatan tersebut didaftarkan pada tanggal 29 Juli
2011 dan setelah melalui proses persidangan selama 9 bulan, pada akhirnya
putusan telah dibacakan langsung oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tata Usaha
Negara Jakarta Selasa (3/04) pagi.
Majelis Hakim menilai kewenangan menerbitkan ijin dumping mutlak dimiliki oleh
Meneg LH. Padahal berdasarkan atas UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur bahwa kewenangan penerbitan izin
tidak hanya dimiliki oleh Menteri tetapi juga Gubernur, dan Walikota atau
Bupati sesuai kewenangannya. Bahkan dalam UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah mengatur bahwa kewenangan penerbitan ijin administratif terdapat di
bupati atau walikota.
Sonny Keraf, anggota DPR 2004-2009 sebagai perumus UU no 32 Tahun 2009
Undang-undang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup telah nyatakan
dalam persidangan 3/1/12 bahwa bahwa UU no 32 Tahun 2009 konsisten terapkan
prinsip otonomi daerah. Dengan begitu, Kementerian Lingkungan Hidup tak
berwenang keluarkan izin pembuangan limbah ke laut Kabupaten, mengacu pada
pasal 61 dan pasal 59 ayat (4) UU no 32 Tahun 2009. Terlebih Bupati Sumbara
Barat pada April 2011 telah keluarkan surat penghentian pembuangan limbah ke
laut bagi PT. Newmont Nusa Tenggara
Majelis Hakim tidak mempertimbangkan sama sekali mengenai IBSAP (Dokumen Strategi Nasional Keanekaragaman Hayati 2003-2020 - Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan) yang melarang penggunaan teknologi dumping, terhitung sejak 2004 harus dilarang adanya penggunaan submarine tailing disposal (pembuangan tailing di laut).
Majelis Hakim tidak mempertimbangkan sama sekali mengenai IBSAP (Dokumen Strategi Nasional Keanekaragaman Hayati 2003-2020 - Indonesia Biodiversity Strategic Action Plan) yang melarang penggunaan teknologi dumping, terhitung sejak 2004 harus dilarang adanya penggunaan submarine tailing disposal (pembuangan tailing di laut).
Majelis hakim tidak mempertimbangkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
Tergugat/Menteri Lingkungan Hidup dalam menerbitkan Kepmen tersebut. Dalam
KEPMEN yang diterbitkan Meneg LH terdapat kesalahan fatal dalam ketidaksesuaian
titik koordinat dari lokasi penempatan pipa dumping tailing yang tertera dalam
AMDAL dengan titik koordinat yang terdapat dalam KEPMEN. Hakim tidak
mempedulikan lokasi pembuangan limbah Newmont yang diijinkan KLH tidak sesuai
dengan yang disebutkan dalam AMDAL. Area atau kordinat yang dalam surat ijin
adalah 9°03´ (sembilan derajad, tiga menit), sementara Amdal yang
disetujui menunjukkan pada area/titik 9° 02,39´.
Hakim justru memperhitungkan Proper Hijau yang
banyak diraih Newmont. Padahal beragam Lembaga Masayarakt Sipil telah memprotes
Proper yang menjadi topeng perusahaan untuk menutupi pengrusakan lingkungan
yang telah dilakukan. Majelis Hakim mempertimbangkan verifikasi lapangan yang
telah dilakukan Meneg LH hanya pada bulan Maret 2011. Upwelling (fenomena
naiknya massa bawah air ke atas, sehingga tailing berpotensi menyebar) yang terjadi
pada bulan Agustus-September tidak dipertimbangan oleh Majelis Hakim.
Dalam perkara ini, KLH telah tidak menampakkan diri
sebagai lembaga pelindung lingkungan Indonesia, dengan hanya mengetengahkan
satu-satunya ahli, yakni Irwandi Arief, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan.
Harusnya keterangan yang bersangkutan diabaikan Majelis Hakim dalam aspek
lingkungan, sebab kepentingan Irwandi Arief sebagai orang dari lingkaran
industri tambang, pastinya lebih memprioritaskan kelangsungan dan optimalisasi
produksi tambang. Namun hakim mempertimbangkan keterangannya. Putusan ini
menjadi preseden buruk karena membiarkan praktek industri ekstraktif skala
besar mencemari laut dengan membuang limbah tailingnya. Padahal praktek ini
tidak dilakukan oleh Newmont di Australia dan Selandia Baru, kendati di kedua
negara tersebut tambangnya dekat laut.
Hakim PTUN Jakarta telah berpihak kepada korporasi perusak lingkungan. Putusan
ini tidak mendorong dipenuhinya asas kehati-hatian dalam operasi tambang skala
besar dengan membiarkan praktek pembuangan limbah ke laut yang dilakukan oleh Newmont,
yang jika dikalkulasikan setiap harinya akan sebanyak 21 kali sampah kota
Jakarta. Koalisi Pulihkan Indonesia akan mengajukan upaya hukum banding terhadap
putusan tersebut.
Jakarta, 3 April 2012
Hormat kami,
Koalisi Pulihkan Indonesia
A. Marthin Hadiwinata (KIARA)
0856 2500 181
Pius Ginting (WALHI)
0819 3292 5700
Judianto
Simanjuntak (Ut Omnes Unum Sint Institute) 0813 8105 5864
Edy Halomoan
Gurning (LBH Jakarta) 0815 4882 1282
Hendrik
Siregar (JATAM) 0852 6913 5520
Andi Muttaqien (ELSAM) 0812 1996 984
Iki
Dulagin (PIL-Net)
0812 8060 1719
Alex Hernowo (LBH Masyarakat) 0877 7569 8737
Lumaksono (ICEL)
0815 9086 006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar